TEMPO.CO, Batu - Musikus kondang Glen Fredly menciptakan sebuah lagu untuk kado ulang tahun Munir ke-47. Lirik ditulisnya dalam tempo singkat, tak sampai sehari. Glen langsung menyanyikan lagu itu untuk sahabat Munir di Batu.
"Saya tulis di kamar tadi. Banyak inspirasi di Batu," katanya saat temu seniman dan budayawan bertajuk "Menafsir Munir, Melawan Lupa" di Alun-alun Kota Batu, Senin, 3 Desember 2012 malam.
Glen mengaku tak hanya sekedar mengenal Munir sebagai pribadi seorang pejuang hak asasi manusia. Menurut dia, Munir mengilhami banyak orang dari perbuatannya. Ia mengajak Sahabat Munir untuk mengenang dan meneruskan perjuangannya menegakkan keadilan. "Tak banyak omong, kata-katanya adalah perbuatannya. Itulah Munir," katanya.
Menurut Glen, Munir adalah cahaya bagi kemanusiaan. Ia pun memberikan judul lagu untuk Munir berjudul Cahaya. Munir, katanya, adalah cahaya yang tak pernah redup. Apa yang Munir perbuat akan tinggal dan tumbuh di ribuan jutaan orang. Seorang Munir, kata Glen, bukan pribadi yang mudah menyerah. Kalau kasusnya tak pernah terungkap, dia akan terus dihantui orang-orang yang akan mencari kebenaran.
"Dan saya salah satunya yang akan menghantui rezim yang tak berani bicara tentang kebenaran," katanya. Selama di atas panggung, Glen berinteraksi dengan para Sahabat Munir. Sesekali Glen menyisipkan pesan moral dan kemanusiaan dalam lagunya.
Begini lirik lagu itu:
#Cahaya
"Kau cahaya yang tak pernah redup. Kau suara yang tak akan hilang
Karena dia tak pernah mati, menyinari dan membumi. Ye e..e...
Di Kota mu aku bernyanyi, Batu sejati, kau bukan debu
Kau selalu tampil di hati.
Patut dicinta, patut dikenang, patut dihormati itulah Munir.... itulah Munir
Kau cahaya yang tak henti, yang tak kan pernah hilang. Kau tak kan pernah mati.
Dari Kota Batu aku di sini, mengenang Munir."
Selain Glen Fredly, Melani Subono juga bernyanyi untuk mengenang Munir. Melani menyanyikan tiga lagu, yakni karya Slank, Gombloh, dan menyanyikan lagu Di Udara karya Efek Rumah Kaca yang khusus diciptakan untuk mengenang Munir. "Kalian punya satu orang pahlawan, yang lahir di tempat ini. Bagiku beliau (Munir) masih ada, belum pergi. Sangat memalukan jika hanya mengenal nama tanpa melakukan apa pun yang Munir perjuangkan," katanya.
Budayawan Sujiwo Tejo juga bernyanyi untuk Munir. Ia menyanyikan lagu Pada Suatu Ketika yang melejitkan nama seniman asal Situbondo Jawa Timur ini. Dia juga menyanyikan lagu terbarunya, Jancuk, yang diunggah di laman YouTube! dan dilihat sekitar 130 ribu orang.
Lagu Pada Suatu Ketika, katanya, bicara tentang kesabaran. Lagu itu ia persembahkan untuk Sahabat Munir yang selama hampir enam tahun setiap Kamis berunjuk rasa di depan Istana. Kesabaran itu, katanya, tak dimiliki seniman atau orang lain. "Akan ada momentum, Titi Kolo Mongso bahwa nanti akan ada masa bagi orang yang sabar," katanya.
Sujiwo Tejo mengatakan secara fisik tak akrab dengan Munir. Dia mengaku hanya sekali bertemu Munir pada 2001 di LBH Jakarta. Ketika itu, dia sedang mendalang dan bermain musik. Tapi, Sujiwo mengaku dekat dengan istri Munir, Suciwati. Apalagi, istri Sujiwo juga warga Kota Batu.
Sementara lagu Jancuk diciptakan untuk menyalurkan kekesalahan terhadap situasi politik saat ini. Menurut dia, Jancuk merupakan ungkapan khas Jawa Timur yang akrab dengan masyarakat. "Umpatan ini juga diteriakkan saat perang 10 November di Surabaya," katanya.
Di akhir acara, perupa Nasirun dan Joko Pekik masing-masing menghadiahkan sebuah lukisan untuk Suciwati. Kedua lukisan kompak bergambar wajah Munir dengan latar belakang seekor banteng Jawa.
"Kecintaan pada Munir, tidak hanya hari ini. Kita tak pernah lelah menafsir Munir. Jangan sampai kita berhenti untuk mengenang Munir. Dari Batu, telah lahir satu Munir dan kita menunggu Munir-Munir lainnya," kata Nasirun.
EKO WIDIANTO
Berita Terpopuler:
Bupati Garut Aceng: Saya Masih Sayang Fany
3 Alasan Bupati Garut Ceraikan Fany Octora
SBY Minta Mendagri Pantau Bupati Garut
Jokowi: Mending Saya Tidak Jadi Gubernur
Janda Bupati Garut Sebenarnya ''Ogah'' Lapor ke Polisi