TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Trimedia Panjaitan, mengakui pemilihan hakim agung di Komisi selama ini agak lemah. Komisi tak mau lagi salah pilih seperti saat memilih Hakim Agung Achmad Yamanie. "Yamanie merupakan contoh kekurang hati-hatian kami memilih hakim," katanya di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 5 Desember 2012.
Yamanie belakangan santer diberitakan lantaran dituduh memalsukan putusan peninjauan kembali gembong narkoba Hangky Gunawan. Ia diduga membuat tulisan tangan yang menyatakan vonis bos pabrik narkoba itu adalah 12 tahun penjara. Padahal, majelis hakim sebelumnya memutuskan hukuman 15 tahun penjara.
Tulisan tangan Yamanie itu ditemukan saat tim pemeriksa memeriksa putusan PK Hangky yang sidangnya dipimpin Hakim Agung Imron Anwari. Yamanie tetap dinilai bersalah meskipun Pengadilan Negeri Surabaya mengeksekusi hukuman Hangky selama 15 tahun penjara atau sesuai keputusan majelis hakim PK.
Menurut politikus Partai Demokrasi Perjuangan ini, terungkapnya bobrok hakim Yamanie akan menjadi catatan penting bagi Komisi dalam menyeleksi 24 nama calon hakim agung yang telah diserahkan Komisi Yudisial kepada DPR. Komisi akan menerapkan kriteria dan proses seleksi yang lebih ketat.
Selama ini seleksi di Komisi lebih mengutamakan kemampuan dan keseriusan para calon hakim. Komisi percaya soal rekam jejak calon hakim sudah melewati saringan ketat di Komisi Yudisial. Namun kali ini, Komisi lebih selektif dan mengutamakan rekam jejak para calon hakim. "Kami juga tak mau pemilihan para hakim lebih karena kepentingan partai," ujarnya.
Trimedia menilai, untuk memilih calon hakim yang punya integritas dan kredibilitas yang tepat, Komisi akan menyiapkan formula seleksi yang lebih ketat. Misalnya dengan memperkecil persentase subyektifitas. "Tawar menawar politk meski tak bisa dielakkan, harus diminalisir hingga menjadi nomor terakhir." Kepentingan politik tak bisa dielakkan karena memang DPR adalah lembaga politis.
Anggota Komisi dari Demokrat, Edi Ramli Sitanggang, juga sepakat dengan Trimedia. Edi yakin Komisi Hukum akan lebih berhati-hati memilih hakim agung. Namun, pemilihan di Komisi tetap bergantung materi yang sudah diseleksi Komisi Yudisial. DPR hanya satu-satunya lembaga yang patut dipersoalan jika hakim yang terpilih terbukti terlibat kasus.
"Kalau ada kesalahan ini kesalahan di hulu, kan KY yang seleksi. Kalau di antara tiga kami pilih satu dan tiga-tiganya bobrok, jangan kami yang disalahkan," ujarnya.
Proses seleksi hakim agung rencananya dimulai pada Januari 2013. Hari ini KY sudah menyerahkan 24 nama calon hakim agung untuk mengisi delapan kursi hakim agung yang masih kosong.
IRA GUSLINA SUFA
Terpopuler:
Jokowi Ngotot Harga Tiket MRT 1 Dolar
Pembunuh Mahasiswi Injak Al-Quran
Bupati Aceng Juga Dibelit Dugaan Korupsi
Polri Kembali Tarik 13 Penyidiknya dari KPK
Kata Eko ''Patrio'' Soal Bupati Garut Aceng Fikri
50 Hari Blusukan Jokowi-Ahok
Skandal Bupati Garut, Aceng Minta Maaf