TEMPO.CO, Kairo - Polisi Mesir terpaksa menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa penentang Presiden Mohammed Mursi. Demonstran murka karena Mursi tetap akan melakukan referendum terhadap draf konstitusi baru Mesir.
Puluhan ribu orang tumplak di depan Istana Presiden untuk menyampaikan protes. Siaran langsung televisi pemerintah tampak menayangkan gambar-gambar sejumlah demonstran merusak garis polisi dan menutup jalan menuju istana presiden, Selasa malam waktu setempat, 4 Desember 2012.
Beberapa sumber mengatakan, ketika pengunjuk rasa mengepung istana, Presiden Mursi sedang berada di kantornya. Namun pemimpin dari kelompok Ikhwanul Muslimin ini meninggalkan kerumunan massa.
Rawya Rageh dari Al Jazeera melaporkan dari Kairo, "Kami melihat ribuan orang mengelilingi istana dari empat penjuru. Jumlah mereka terus bertambah hingga mendekat ke tembok istana presiden. Kelompok oposisi bertekad akan tetap melakukan aksi duduk di luar istana."
"Pesan yang mereka sampaikan, Mursi dianggap telah gagal membuktikan kepada rakyat Mesir bahwa dia adalah presiden bagi seluruh rakyat Mesir, bukan sebagai pemimpin kelompok Ikhwanul Muslimin."
Ribuan orang yang berada di jalan mengibarkan bendera Mesir, meneriakkan nada menjatuhkan Mursi, dan menolak Ikhwanul Muslimin sebagai akar Mursi, yang dianggap telah menjual revolusi guna menjatuhkan Husni Mubarak tahun lalu.
Banyak di antara pengunjuk rasa, yang duduk-duduk di depan istana, berasal dari daerah pinggiran Heliopolis. Dengan keras, mereka meneriakkan yel-yel yang mirip ketika melawan rezim bekas Presiden Husni Mubarak tahun lalu.
Koresponden BBC di Kairo, Jon Leyne, mengatakan, polisi bekerja keras membubarkan para demonstran yang mulai brutal. "Aksi saling berhadapan ini mengakibatkan sejumlah pengunjuk rasa cedera," lapor Leyne.
Selain di depan Istana Presiden, Leyne menjelaskan, ribuan pengunjuk rasa juga berkumpul di Lapangan Tahrir. "Kami tak sanggup berbicara, di sana tidak ada keadilan," ucap salah seorang demonstran, Israa Wafid, kepada Reuters.
Unjuk rasa di Mesir disusul pula oleh sedikitnya delapan harian yang berhenti terbit sehari. Mereka memprotes terancamnya kebebasan pers. Harian independen Al-Tahrir menyebutnya sebagai "tirani telah berdiri di Mesir". Sejumlah harian menolak terbit pada Selasa, 4 Desember 2012, atau mengosongkan halaman depan sebagai bentuk protes terhadap kebebasan pers yang tercakup dalam konstitusi baru.
AL JAZEERA | BBC | CHOIRUL
Berita Terpopuler:
Rhoceng, Rhoma-Aceng untuk 2014 Ramai di Twitter
Golkar Tak Mau Dipermalukan Bupati Aceng
Jokowi Ngotot Harga Tiket MRT 1 Dolar
Bos Antivirus McAfee Tertangkap di Meksiko
Banyak Tekanan, Fany Octora Batal ke Komnas Anak