TEMPO.CO, London - Kabar mengejutkan datang dari Inggris. Pabrikan mesin pesawat, Rolls-Royce, melaporkan dugaan korupsi dan suap di Cina dan Indonesia pada Komisi Antikorupsi Inggris (Senior Fraud Office/SFO).
Kantor berita BBC mengabarkan, kantor perwakilan Rolls-Royce serta mitra usahanya di bidang distribusi, perawatan, dan layanan purnajual terpaksa menyuap "pihak-pihak tertentu" di Cina dan Indonesia. Manajemen Rolls-Royce pun menyatakan akan bekerja sama dengan SFO untuk menyelidiki masalah ini. Kemungkinan pengaduan ini akan berujung sanksi pada individu atau lembaga tertentu.
"Kami tidak menoleransi adanya praktek ilegal dalam bisnis dan akan menempuh tindakan tegas untuk menyelesaikannya," kata Direktur Utama Rolls-Royce, John Rishton, Kamis, 6 Desember 2012.
Manajemen Rolls-Royce juga bakal melaporkan hasil penyelidikan internal pada SFO, terkait kegiatan bisnisnya di Cina dan Indonesia. Perusahaan yang bermarkas di London ini pun menetapkan standar etika baru serta akan menyewa konsultan independen untuk meninjau operasional perusahaan.
Saat ini, Rolls-Royce merupakan pemain besar dalam industri dirgantara sipil maupun militer. Skala usahanya menduduki peringkat kedua terbesar, setelah General Electric Amerika Serikat. Rolls-Royce beroperasi di 50 negara dan mempekerjakan 40 ribu karyawan.
Di Cina, Rolls-Royce memiliki 2 ribu karyawan. Perusahaan itu menguasai pangsa pasar keempat terbesar untuk mesin pesawat sipil serta produk pendukung infrastruktur energi. Sedangkan pasar Rolls-Royce di Indonesia lebih kecil.
Isu pemerasan, suap dan korupsi di Cina dan Indonesia kini semakin menguat. Cina dan Indonesia menempati peringkat 80 dan 118 dalam indeks persepsi korupsi yang diterbitkan Transparansi Internasional. Akibatnya, pemerintah di negara-negara maju kini melancarkan penyelidikan pada perusahaan yang beroperasi di dua negara tersebut.
Salah satu yang sudah terkena sanksi adalah BAE Systems. Perusahaan pemasok senjata terbesar di Eropa itu didenda US$ 450 juta (Rp 4,31 triliun) oleh Amerika dan Inggris pada 2010, lantaran terkait korupsi di Arab Saudi, Republik Cek, Swedia, Hungaria, dan Tanzania.
FERY FIRMANSYAH