TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Perhimbunan Bank Umum Nasional Sigit Pramono mengatakan dunia perbankan Indonesia membutuhkan tambahan modal hingga Rp 100 triliun setiap tahunnya. Penambahan modal ini, menurut Sigit akan digunakan untuk mencapai proyeksi kredit sebesar 24 persen dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Kalau kredit perbankan diproyeksi tumbuh sebesar 24 persen per tahun, maka bank membutuhkan tambahan modal lebih dari Rp 100 triliun," kata Sigit dalam Economy Outlook 2013, Senin, 10 Desember 2012.
Penambahan modal tersebut, menurut Sigit bisa diperoleh dari pasar modal. "Perbankan bisa menerbitkan obligasi korporasi, namun diperkirakan hanya menghimpun dana sebesar Rp 33 triliun," ujarnya.
Sigit mengatakan ada kemungkinan alternatif lainnya berupa divestasi saham perbankan. Namun, cara tersebut dinilai terlalu berisiko, terutama bagi bank-bank pelat merah. "Karena rasio kepemilikan saham pemerintah rata-rata sudah 60 persen. Kalau mau mendukung pemerintah harus mengurangi porsi kepemilikannya," ujar dia.
Di tempat yang sama, anggota Komite Ekonomi Nasional, Raden Pardede, mengatakan bahwa bank merupakan jantung perekonomian. Kebutuhan modal bank setiap tahunnya harus dihitung agar rasio modal terhadap kredit tetap baik. "Profitabilitas bank minimal harus tumbuh 30 persen," ujar Raden.
Pengurangan porsi kepemilikan pemerintah dalam bank-bank pelat merah, menurut Raden bukan masalah. "Sejauh dilusi kepemilikan modal disalurkan untuk modal inti perbankan," ujarnya. Raden menambahkan, dilusi kepemilikian saham ini, mesti dilakukan kecuali pemerintah bersedia menambah modal ke bank-bank pelat merah.
AYU PRIMA SANDI
Berita Terpopuler:
Bupati Aceng Nikahi Shinta, Pestanya Meriah
Gaya Mewah Djoko Susilo, Nunun, dan Miranda
Kemenangan Zaki Ubah Peta Politik Keluarga Atut
Mubarok Akui Partai Demokrat Semrawut
Sutan Bhatoegana: Lepas dari Hambalang, Anas Melejit