TEMPO.CO, Jakarta - Begitu Amran Nur, 67 tahun, menjadi Walikota Sawahlunto pada 2003, ia langsung datang menemui warga sehingga ia tahu bahwa yang pertama harus ia lakukan adalah mengerek daya beli mereka.
Amran adalah salah satu dari tujuh bupati/walikota yang dipilih majalah Tempo dalam Liputan Khusus Kepala Daerah Pilihan 2012. Baca selengkapnya di Majalah Tempo Edisi Minggu, 9 Desember 2012: Bukan Bupati Biasa
“Kalau ekonomi sudah beres, pendidikan, agama, yang lain-lain, gampang,” ujar Sarjana Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung ini. Maka, ia membagi-bagikan bibit kakao, karet, serai wangi, dan stek nilam—sesuai profil ekonomi Sawahlunto. “Saya bilang, kalau Bapak menanam sekian kakao atau karet, penghasilan Bapak sebulan bakal sekian.”
Menurut Amran, hitung-hitungan keuntungan yang jelas harus disampaikan agar masyarakat termotivasi bekerja. “Mereka lebih percaya angka. Jangan menjual jargon.” Cara kedua, Amran tak lagi menyebut warga yang bertani sebagai petani, melainkan pengusaha tani. Alasannya, untuk mengubah kesan petani itu miskin dan terbelakang. “Kalau pengusaha, meski utangnya miliaran, tetap saja terlihat keren,” ujar Amran terbahak.
Dimotivasi plus diberi program pertanian menjadikan Sawahlunto surplus beras. Program Padi Tanam Sebatang yang dimulai sejak 2005 menggenjot produksi beras. Dari sekitar 4 ton per hektare gabah kering pada 2003, kini menuju 10 ton. Agar penghasilan masyarakat tak tergerus biaya produksi, pemerintah Sawahlunto juga membagikan pupuk gratis. “Itu kan dari APBD, dari uang mereka juga.”
Agar hasil perkebunan dan pertanian gampang diangkut, pemerintah membuka jalan-jalan baru. Nama programnya Jalan 10 Menit. Dengan jalan yang ringkas, hanya sekitar 10 menit dari permukiman ke ladang atau kebun menggunakan sepeda motor, petani juga jadi lebih sering menengok tanamannya. Dengan begitu, kata Amran, tak ada alasan bagi petani untuk malas pergi ke ladang.
Tentu saja, Amran juga membikin program di bidang peternakan. Sejak 2004, pria asal Kecamatan Talawi, Sawahlunto, ini mendorong masyarakat untuk memelihara sapi. Pemerintah menyediakan sapi dan masyarakat mengangsurnya tanpa bunga. Bunga pinjaman sepenuhnya ditanggung pemerintah daerah.
Selain petani, yang jadi target program itu adalah keluarga penambang liar. Seiring ditutupnya tambang-tambang liar pada 2006, sekitar 600 keluarga penambang liar harus punya mata pencaharian baru. Memelihara sapi salah satu di antaranya. Mereka juga diberi pinjaman tanpa bunga untuk sebagai modal membuka ladang atau berdagang.
ANTON SEPTIAN | FEBRIANTI (PADANG)
Berita Lainnya:
Bupati Kubu Raya Coret Dana Rumah Dinas
Bupati Ini Kerahkan Preman Jaga Kerukunan Beragama
Luapan Sungai Barito Ancam Empat Kabupaten
Bupati Kubu Raya Pilih di Rumah daripada ke Kantor