TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Tommy Soeharto, O.C. Kaligis, membantah tuduhan yang menyebut kliennya menerima suap dari Rolls-Royce. "Berita itu fitnah," katanya melalui pesan pendek kepada Tempo, Senin, 10 Desember 2012.
Elza Syarief, yang juga pengacara Tommy, menyatakan tidak percaya dengan tuduhan suap yang melibatkan Rolls-Royce dan kliennya. "Wah, itu hanya pengakuan yang harus dibuktikan di pengadilan," ujarnya. Apalagi, kata dia, kasus suap yang dituduhkan disebut-sebut terjadi pada 1990, atau 22 tahun lalu dan sudah kedaluwarsa.
Elza menjelaskan, harus ada putusan pengadilan yang menyatakan ucapan tersebut benar. "Ini mah gosip, deh," katanya.
Saat ini, Rolls-Royce tengah menjalani pemeriksaan oleh lembaga Serious Fraud Office (SFO) atas tuduhan yang menyebutkan adanya pembayaran suap US$ 20 juta atau 12,5 juta pound sterling kepada anak mantan presiden Indonesia, yang memuluskan pemesanan mesin pesawat untuk maskapai Indonesia.
Berbagai tuduhan malapraktek itu melibatkan perusahaan Indonesia, Cina, dan beberapa negara lain. Negara-negara tersebut saat ini sedang diselidiki SFO. Tudingan serius keluar dari pengakuan mantan pegawai Rolls-Royce, Dick Taylor, yang menyebutkan Tommy Suharto--anak mantan presiden Suharto--menerima US$ 20 juta dan sebuah mobil Rolls-Royce untuk membujuk maskapai nasional, Garuda Indonesia, agar memesan komponen mesin Rolls-Royce Trent 700 pada tahun 1990. Rolls-Royce menolak berkomentar mengenai hal ini.
Tudingan Taylor sudah menyebar di Internet. Bahkan sudah banyak yang memberi komentar pada bagian bawah berita Rolls-Royce di Internet. Rolls-Royce mengaku, pekan lalu, SFO menghubungi perusahaan tersebut atas tuduhan suap dan korupsi di Indonesia serta Cina. Perusahaan terbesar kedua pembuat mesin pesawat itu pun menunjuk kantor pengacara Amerika Serikat, Debevoise & Plimpton, untuk melakukan investigasi.
Dalam pernyataannya, Rolls-Royce mengatakan, penyelidikan resmi telah menemukan negara-negara yang telah ditandai oleh SFO, juga di berbagai pasar lain. Perusahaan mengungkapkan adanya "perantara" dalam pasar-pasar tersebut.
"Konsekuensi dari keterangan tersebut akan diputuskan oleh pihak berwenang. Masih terlalu dini untuk memprediksi hasilnya, namun hal tersebut mencakup penuntutan secara individual dan perusahaan. Kami akan bekerja sama secara penuh," ujar Rolls-Royce pekan lalu, seperti dikutip laman The Guardian pada 9 Desember 2012.
SFO masih harus mengkonfirmasi apakah mereka akan melakukan investigasi formal atau tidak. Namun para ahli hukum mengatakan, Direktur SFO yang baru, David Green, telah memberi sinyal untuk mengakhiri adanya kecenderungan lembaga itu menuju penuntutan.
Rolls-Royce pekan lalu menekankan bahwa tuduhan tersebut serius. Perusahaan itu mengumumkan akan menunjuk seorang tokoh independen untuk memberi tanggapan dan laporan kepada dewan komite etik.
Presiden Direktur Rolls-Royce, John Rishton, menambahkan, perusahaan tidak akan menoleransi praktek bisnis yang tidak sesuai dengan aturan. Tudingan itu mampu berdampak pada denda jutaan pound sterling untuk kedua pihak, setelah Rolls-Royce mengkonfirmasi Departemen Kehakiman Amerika Serikat telah memperingatkan perusahaan atas temuan itu. Departemen Kehakiman Amerika Serikat menunjukkan keseriusan dalam mengusut praktek penyuapan belakangan ini, antara lain yang mencatut Avon serta News Corporation.
Kasus yang ditangani Departemen Kehakiman Amerika Serikat juga melibatkan perusahaan Inggris BAE Systems, kontraktor pertahanan yang membayar denda US$ 400 juta karena terbukti bersalah memberi keterangan palsu kepada pemerintah Amerika Serikat.
Dapat dipahami bahwa tudingan tersebut dilontarkan Rolls-Royce kepada SFO terkait praktek masa lalu yang terjadi dalam kurun 1980-an hingga 1990-an, walaupun beberapa fakta baru ditemukan perusahaan setelah tahun 2000.
MARIA YUNIAR
Berita Terpopuler:
Habibie Pengkhianat Bangsa, Ini Tulisan Lengkapnya
SBY Marah, Alex Noerdin di Amerika Serikat
Disebut Pengkhianat Bangsa, Habibie Center Santai
Partai Demokrat Digerogoti Anak Kos
Joko Widodo Tundukkan Sutiyoso