TEMPO.CO, Jakarta--Undang-Undang Keantariksaan tak hanya mengatur soal peluncuran satelit, pengindraan jauh, komunikasi atau penyiaran, tapi juga menjadi payung hukum yang akan melindungi negara dan warganya dari dampak negatif keantariksaan.
Pengamat hukum antariksa dari Institut Teknologi Bandung, Lia Amalia Nurrahmi, menyatakan Rancangan Undang-Undang Keantariksaan, yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat, akan mengatur tanggung jawab dan kewenangan lembaga antariksa.
"Diatur juga siapa yang bertanggung jawab atau berwenang misalnya ada satelit atau asteroid yang jatuh ke wilayah kita," ujar Lia kemarin.
Selain mengatur pengelolaan benda-benda langit, RUU Keantariksaan itu meliputi soal satelit, roket, bandar antariksa, dan asteroid. Penambangan benda langit, misalnya asteroid, juga diatur secara jelas dalam rancangan.
"Soal peluncuran satelit, perlintasan satelit, dan pengindraan jauh diatur di dalamnya," ujar Lia.
Rancangan juga mengatur tanggung jawab lembaga-lembaga yang membidangi keantariksaan. Antara lain, Lapan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pertahanan, Kementerian Riset dan Teknologi, serta sektor swasta yang memperoleh manfaat dari satelit.
Lia mengatakan, rancangan diajukan Lapan dan sudah menjalani pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat sejak 2010. Rancangan menjadi penting karena Indonesia merupakan anggota United Nations Office of Outerspace Affair dan sudah meratifikasi Outerspace Treaty, yang disahkan pada 1967.
MAHARDIKA SATRIA HADI
Baca juga:
Lapan Usul India, DPR Malah Plesir ke Brasil
Biaya Plesir Anggota DPR ke Amerika Rp 2,9 Miliar
Anggota Dewan yang ke Prancis untuk Studi Sapi
Ini Alasan Anggota Dewan Pelesir ke Prancis
Foto-foto Kunjungan "Belanja" Dinas Anggota DPR ke Berlin