TEMPO.CO, Jakarta - Pasar obligasi domestik pada tahun 2013 masih akan menarik bagi para investor lokal maupun asing. Prospek ekonomi Indonesia yang masih tumbuh di atas 6 persen, terkendalinya laju inflasi, serta imbal hasil obligasi domestik yang masih kompetitif menjadi pemikat bagi investor.
Indeks Komposit Obligasi Indonesia (IBPA-ICBX) diprediksi akan naik 9-11 persen pada tahun 2013. “Angka ini memang terlihat konservatif, tetapi cukup relevan di tengah banyaknya ketidakpastian pada tahun depan,” kata Fakhrul Aufa, analis dari Indonesia Bond Price Agency (IPBA).
Aliran dana asing yang masuk ke pasar obligasi domestik sepanjang tahun ini mencapai Rp 49,27 triliun. Kepemilikan investor asing atas obligasi pemerintah hingga 12 Desember lalu mencapai Rp 272,13 triliun, atau sekitar 32,6 persen dari total senilai Rp 834,75 triliun. Dibandingkan posisi akhir tahun lalu yang hanya mencapai Rp 222,86 triliun atau 30,79 persen dari total Rp 723,6 triliun.
Indeks Komposit Obligasi Indonesia yang menghitung semua potensi keuntungan (ICBX-Total Return Index) sepanjang tahun ini telah naik 11,45 persen ke level 162,43, hingga 12 Desember lalu. Namun, kenaikan ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 21,67 persen.
Indeks Obligasi Pemerintah (GBIX-Total Return Index) hanya naik 11,57 persen ke level 193,77 dari posisi akhir tahun lalu di 173,68. Pada tahun 2010, Indeks Obligasi Pemerintah naik 21,74 persen.
Demikian pula Indeks Obligasi Korporasi (CBIX-Total Return Index) sepanjang tahun ini juga naik 11,04 persen ke 150,04 dibanding posisi akhir tahun 2011 lalu di 135,12. Sedangkan pada tahun sebelumnya naik 14,55 persen.
Imbal hasil (yield) yang bisa mencapai di atas 7 persen masih sangat kompetitif dibandingkan dengan obligasi negara lainnya. Kondisi di Eropa yang masih dilanda resesi akibat krisis utang dan suku bunga Amerika Serikat yang berada di level terendahnya mendekati 0 persen membuat investor tergiur berinvestasi di obligasi domestik.
“Ekonomi global pada tahun depan masih akan diselimuti ketidakpastian, mulai dari masalah Eropa, ekonomi Amerika yang masih rapuh, serta perlambatan ekonomi di kawasan Asia, bisa menjadi hambatan bagi pasar obligasi Indonesia,” katanya.
Dari faktor domestik, wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tarif daya listrik, serta meningkatnya suku politik menjelang pemilihan umum tahun depan bisa membebani arus investasi ke pasar obligasi. “Yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah, bagaimana cara mengatasi agar tidak terjadi lonjakan harga yang dapat memicu lonjakan inflasi saat terjadi kenaikan BBM bersubsidi dan TDL,” dia menuturkan.
Dari sisi permintaan sebenarnya masih cukup bagus. Hal ini terlihat dari penyerapan pasar terhadap penawaran obligasi pemerintah sepanjang tahun ini. Hanya, faktor eksternal yang kurang kondusif membuat kenaikan indeks obligasi pada tahun ini turun dibandingkan dengan tahun 2011.
Kenaikan indeks obligasi tahun ini juga karena adanya pengalihan investasi dari pasar surat utang ke bursa saham, seiring naiknya indeks harga saham ke level tertingginya di 4.375 pada bulan November lalu.
Selain mencari imbal hasil yang tinggi, investor juga mencari tempat yang aman bagi investasinya seperti di Indonesia. Sebab oerekonomian yang ditopang oleh kuatnya konsumsi domestik masih tumbuh.
VIVA B.K.