TEMPO.CO , Jakarta:Ryan Lanza, 24 tahun, kaget saat namanya terpampang di layar televisi. Ia disebut sebagai pelaku penembakan keji yang menewaskan 26 orang, tak termasuk pelaku dan ibunya, di sebuah sekolah dasar di Newton, Connecticut, Amerika Serikat. 20 korban tewas adalah anak-anak.
"Itu bukan Aku, Saya sedang bekerja, itu bukan Aku," ujarnya dalam akun Facebook-nya, Jumat waktu setempat, 14 Desember 2012. Ia menjawab beberapa pesan yang masuk dalam ponselnya, menyangka ia sebagai pelaku.
Ryan Lanza bekerja sebagai akuntan di Ernst and Young. Saat namanya terpampang di televisi, ia sedang berada di kantor. "Saya izin pergi," ujar ia kepada bosnya. Tiga puluh menit kemudian, polisi mendatangi kantornya.
Seorang rekannya, Brett Wilshe membaca status yang diunggahnya di Facebook. Brett lalu menanyakan kondisi Ryan, "Apakah kamu baik-baik saja?"
Ryan membalas singkat pertanyaan tersebut. "Itu Adikku. Kukira Ibuku sudah meninggal. Ya Tuhan," ujarnya. Jumat malam, ia ditangkap polisi untuk diperiksa atas kasus ini.
Sang adik, Adam Lanza, 20 tahun, membunuh sang ibu, Nancy Lanza di rumahnya. Tak lama kemudan ia pergi ke sekolah dasar tempat ibunya mengajar. Ia yang berpakaian ala militer menghamburkan sekitar 100 peluru dari empat senjata yang dibawanya ke sekolah saat kegiatan belajar sedang berlangsung.
Setelah membantai 26 orang di sekolah tersebut, Adam Lanza mengakhiri hidupnya. Ia mati dengan menembak dirinya sendiri dengan senjata api yang dibawanya. Di tubuhnya, terdapat sebuah identitas atas nama sang kakak, Ryan Lanza.
DAILY MAIL | ANDI PERDANA