TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) memperkirakan penjualan BBM non-subsidi untuk pelanggan ritel pada 2012 tidak akan mencapai target. Pada awal tahun, penjualan BBM non subsidi ditargetkan mencapai 1 juta kiloliter.
Vice President Fuel Retail Marketing Pertamina Muchamad Iskandar mengatakan hingga pertengahan Desember 2012, penjualan Pertamax masih di bawah 600.000 kiloliter. Sehingga, ia memperkirakan hingga akhir tahun penjualan Pertamax berkisar 700 ribu kiloliter saja.
"Tahun lalu penjualan Pertamax sekitar 900 ribu kiloliter, tahun ini mungkin sekitar 750 ribu kiloliter. Dengan BBM non subsidi lainnya seperti solar non subsidi, Pertamina Dex dan lain-lain penjualan Non-PSO tahun ini 900 ribu kiloliter," kata Iskandar ketika ditemui di Ritz Carlton, Jakarta, Rabu, 19 Desember 2012.
Iskandar mengatakan, disparitas harga dengan BBM bersubsidi yang masih sangat tinggi menyebabkan penjualan Pertamax tak mencapai target. Pada Oktober 2012, harga Pertamax di Jabodetabek bahkan berkisar Rp 9.700 per liter hingga Rp 9.850 per liter, dua kali lipat dari harga Premium bersubsidi Rp 4.500 per liter.
Kondisi ini berbeda dengan kisaran harga Pertamax pada 2011 yang berkisar di angka Rp 8.000 per liter. Iskandar mengatakan, harga Pertamax bahkan pernah menyentuh harga Rp 7.500 per liter.
"Kalau harga rendah, tanpa disuruh orang terdorong menggunakan Pertamax. Instruksi pemerintah untuk tak menggunakan BBM bersubsidi juga tidak mempan, karena kuncinya harga," kata Iskandar.
Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution Pertamina Suhartoko mengatakan keberadaan kompetitor di pasar BBM non subsidi juga membuat target penjualan tak tercapai. Larangan penggunaan BBM bersubsidi untuk kendaraan dinas pemerintah dan BUMN sejak Juli 2012 tak otomatis mendorong penjualan BBM non subsidi.
BERNADETTE CHRISTINA