TEMPO.CO, Manila - Mengabaikan seruan kelompok agama bahwa "kontrasepsi merusak jiwa", Parlemen Filipina pada hari Senin akan mensahkan RUU baru mengenai keluarga berencana. Dalam UU ini, jutaan wanita miskin Filipina akan ditawari kontrasepsi gratis.
RUU ini sempat mentah selama 14 tahun karena penolakan dari kelompok agama dan lembaga penentang keluarga berencana.
RUU, yang akan segera diteken Presiden Benigno Aquino III, akan menghapus aturan sebelumnya berupa larangan de facto pada kontrasepsi di klinik publik, mewajibkan pendidikan seks di sekolah umum dan memberikan mandat pada rumah sakit untuk memberikan perawatan pasca-aborsi.
Meskipun lebih dari 80 persen dari warga Filipina penganut Katolik yang anti keluarga berencana, jajak pendapat menunjukkan lebih dari 70 persen warga Filipina mendukung RUU Kesehatan Reproduksi di negara di mana 39 persen dari wanita menikah ingin mencegah kehamilan, tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi modern.
"Perubahan sedang terjadi di Filipina," kata Jon O'Brien, presiden Catholics for Choice yang berbasis di Washington. Dia mengatakan, Filipina, dengan 96 juta orang penganut Katolik, telah memulai transisi.
Akses pada kontrasepsi telah menjadi isu yang sangat sengit di Filipina, salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat di Asia. Setengah dari kehamilan di negara tersebut tidak diinginkan dan akses pada kontrasepsi modern sebagian besar terbatas pada mereka yang mampu membelinya saja.
LOS ANGELES TIMES | TRIP B