TEMPO.CO, Jakarta- Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, menilai peluang Wiranto terpilih sebagai Presiden RI 2014, kecil. Sebabnya, Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat itu kalah populer dibanding calon presiden lainnya. "Posisi dia dan partainya sekarang sedang turun," ujar Yunarto saat dihubungi, Kamis, 20 Desember 2012.
Menurut Yunarto, Wiranto sulit memenangi bursa calon presiden karena selama ini tidak melakukan gebrakan apa pun. Apalagi dalam dua pemilihan umum terakhir, ia sudah dua kali maju dan selalu kalah. Kekalahan beruntun itu dianggap Yunarto sebagai beban elektoral yang mestinya dicari solusinya oleh Wiranto.
Bekas Panglima TNI itu juga dinilai tidak punya karakteristik unik yang bisa mendongkrak tingkat keterpilihannya. "Kekuatan Wiranto sebelumnya, kan, latar belakang militernya. Tapi diferensiasi itu sekarang ada pada Prabowo Subianto, Pramono Edhie, yang menurut survei lebih populer dibanding Wiranto, kata Yunarto.
Wiranto diprediksi Yunarto bakal tenggelam di tengah calon presiden lainnya yang lebih populer. Karena itu, Yunarto menyarankan Hanura untuk menggunakan mekanisme terbuka dan konvensi untuk mencari sosok capres lain jika masih ingin lolos ke Senayan pada Pemilu 2014. Cara itu dinilai pas menimbang karakter pemilih Indonesia yang belum rasional.
Jika masih ngotot menjual Wiranto, Yunarto memprediksi Hanura bakal terhempas dari persaingan. "Politik kita sangat dipengaruhi aspek demokrasi kultus. Partai baru bisa bertahan ketika punya sosok yang bermagnet elektoral. Sayangnya, Hanura dan banyak partai lain menutup diri dari kemungkinan menarik capres melalui mekanisme terbuka," ujarnya.
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, sepakat dengan Yunarto. Ia memprediksi Wiranto sulit bertarung dengan capres lain karena tidak melakukan persiapan berarti dalam dua tahun terakhir. "Penampilannya biasa saja. Ide dan gagasannya selama ini juga tidak menonjol. Saya kira peluangnya sulit," katanya.
Potensi keterpilihan Wiranto yang kecil makin berat karena Hanura sebagai partai oposisi selama ini cenderung kurang menggebrak. Hal itu dianggap Ari bakal membuat Hanura kesulitan memenuhi ambang batas lolos ke parlemen.
Yang bisa dilakukan Hanura, kata Ari, adalah mengganti capres. "Mesti ada lompatan besar dengan mencari ikon capres yang bisa mendongkrak elektabilitas. Karena dari sejumlah survei, posisi Hanura diprediksi kritis dalam pemilu mendatang," ujarnya.
Survei yang digelar Charta Politika medio tahun ini menyatakan Hanura, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa sulit lolos ke Senayan dalam Pemilu 2014. Sebabnya, berdasarkan survei, suara Hanura hanya 1,6 persen, PAN 1,9 persen, PKB 2,6 persen, dan PPP 2,7 persen.
ISMA SAVITRI