TEMPO.CO, Jambi - Aksi pembalakan liar di kawasan hutan di wilayah Provinsi Jambi hingga kini masih saja berlangsung. Berdasarkan perhitungan Komunitas Kenservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi, selama tahun 2012 telah kerugian negara telah mencapai Rp 12,1 miliar.
“Masalah ini timbul antara lain akibat pola pengelolaan hutan yang serampangan,” kata Direktur Komunikasi KKI Warsi, Rudi Syaf, Jumat, 21 Desember 2012.
Menurut Rudi, setidaknya delapan dampak serius akibat terjadinya pembalakan liar hingga saat ini terdapat 38 kasus yang ditangani aparat aparat hukum.
Selama 2012 terjadi 23 kali bencana banjir yang mengakibatkan empat orang meninggal dunia, ratusan hektare lahan pertanian dan perkebunan warga terendam, serta ribuan rumah warga digenangi air. Selain itu, terjadi sembilan kali tanah longsor yang dampaknya menutup sejumlah akses lalu lintas.
Dampak lainnya, 1.300 hektare hutan terbakar, termasuk kawasan Taman Nasional Berbak (TNB) di Kabupaten Tanjungjabung Timur. Bahkan, ini menempatkan Provinsi Jambi pada urutan keempat terparah bencana kebakaran lahan dan hutan di Indonesia.
Konflik antara warga dan satwa juga kerap terjadi. Dua orang meninggal dunia dan enam orang luka luka karena diserang harimau sumatera dan binatang buas lainnya. Kerusakan habitat juga menyebabkan kematian satwa langka.
Rudi juga mengungkapkan terjadi 35 kasus sengketa lahan dengan luas 135,686,6 hektare, serta menewaskan satu orang warga dan menyebabkan kerusakan berbagai fasilitas.
Pembalakan liar juga diikuti maraknya penambangan emas tanpa izin yang mencapai 27 kasus. Di antaranya di sepanjang aliran sungai Batanghari. Penambangan emas, juga batu bara, telah merusak lahan seluas 10.175 hektare. Bahkan, terjadi kerusakan parah badan jalan karena pergerakan kendaraan besar yang mengangkut batu bara.
KKI Warsi Jambi meminta Pemerintah Provinsi Jambi memperbaiki kebijakannya dalam mengelola hutan dan dengan ketat mengawasi penerapan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Bahkan pihaknya harus melakukan moratorium perizinan.
"Meski RTRW sudah disusun, masih banyak perusahaan yang tidak mematuhinya, sehingga penegakan hukum perlu lebih tegas," ujar Rudi.
SYAIPUL BAKHORI