TEMPO.CO, Jakarta- Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Unu Nurdin, setuju dengan rencana Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang akan menyerahkan tanggung jawab pembersihan kali kepada perorangan. Alasannya, bisa membantu pemerintah dan meningkatkan derajat perekonomian para pemulung.
"Lebih baik hidup dari sampah daripada hidup jadi sampah," ujar Unu, Senin, 25 Desember 2012. Namun, dia berharap, kebijakan tersebut ditindaklanjuti dalam bentuk produk hukum. "Asal payung hukumnya jelas, kenapa enggak?" kata Unu.
Bila payung hukumnya sudah ada, dia mengaku siap “tempur” untuk menangani sampah yang lebih baik dari masa-masa sebelumnya. "Jadi, Jakartaku baru, Jakartaku bersih," ujarnya.
Dia optimistis pemulung bisa dijadikan salah satu komponen penanggulangan masalah sampah. Misalnya, untuk membersihkan sampah di sungai sepanjang 43 kilometer ditaruh 4 orang pemulung per kilometer. Bila setiap pemulung digaji Rp 2 juta, "Saya rasa per tahun enggak sampai Rp 40 miliar," ujar Unu.
Namun, menurut dia, akan timbul pertanyaan mengenai cara pengelolaannya. Selama ini, Unu menambahkan, sudah ada Peraturan Presiden yang mengatur tentang swakelola. "Kan, bisa bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat. Kembalikan saja ke peraturannya," Unu menuturkan.
Selain itu, para pemulung yang direkrut harus dilihat terlebih dulu kemampuannya. "Harus cari orang yang biasa kerja di situ, dilihat orang yang profesinya memang itu, pasti akan lebih produktif dan efektif," kata dia.
Orang yang direkrut pun sebaiknya hidup di sekitar kali. "Nanti cari orang yang dekat kali, dan akan ada koordinator yang mengawasi," ujarnya. Sebelum mereka diterjunkan, akan dilatih terlebih dulu, terutama tentang dampak membuang sampah sembarangan.
Gagasan Basuki untuk merekrut para pemulung untuk membersihkan sampah di Jakarta di dasari oleh ketidakpuasan dirinya terhadap kinerja kontraktor pengurus sampah sungai-sungai Ibu Kota. Wakil Gubernur yang kerap disapa Ahok itu menegaskan para pemulung tersebut akan diberi gaji minimal sebesar upah minimum provinsi.
"Itu hitungannya lebih murah, daripada bayar kontraktor tapi kali enggak bersih," kata Ahok, Selasa, 25 Desember 2012. Menurut dia, selama ini kontraktor tidak bisa diberikan sanksi. "Mereka bikin kontraknya terlalu pintar, kontraknya bukan berdasarkan kinerja, tapi berdasarkan sampah yang dibuang dari sungai,” ujarnya.
TRI ARTINING PUTRI