TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Maja, Oce Madril, berpendapat bahwa memilih penjara Sukamiskin, Bandung, sebagai penjara khusus koruptor justru tidak akan memberi efek jera kepada para koruptor. Sebaliknya, itu justru memanjakan para koruptor.
"Penjara Sukamiskin tidak jauh beda dengan penjara Cipinang di Jakarta," kata Oce, Kamis, 27 Desember 2012.
Oce sependapat dengan rencana pemerintah untuk mengisolasi para koruptor di suatu penjara khusus agar memudahkan pengawasan dan pengendalian. Tetapi, dia menilai kurang tepat jika memilih Sukamiskin sebagai penjara khusus koruptor, karena hanya akan memberi kemudahan kepada para koruptor.
"Di Sukamiskin tahanan bisa dikunjungi setiap saat. Padahal konsepnya adalah hendak mengisolasi para koruptor agar memberi efek jera," kata dia.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia merencanakan menempatkan koruptor di penjara Sukamiskin. Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, mengatakan Sukamiskin memiliki daya tampung yang memadai karena satu sel hanya didiami satu tahanan, sehingga pengawasannya lebih mudah. "Ini menjadi keputusan di Kementerian Hukum," kata Denny, kemarin, Rabu, 26 Desember 2012.
Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi lebih memilih para koruptor diisolasi ke Nusakambangan. "Kami sepakat bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa, sehingga perlu penanganan yang menimbulkan efek jera," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P.
Menurut Oce, korupsi adalah kejahatan luar biasa yang dapat disetarakan dengan tindak pidana terorisme dan narkotika. Sehingga lebih tepat jika para koruptor ditempatkan di Nusakambangan. "Citra penjara Nusakambangan adalah tempat bagi pelaku kejahatan luar biasa. Sehingga menempatkan koruptor di Nusakambangan dari sisi sosial akan memberi rasa malu dan shock terapy," kata Oce.
RUSMAN PARAQBUEQ