TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat geologi sekaligus Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Rovicky Dwi Putrohari, menilai bahwa pembangunan Terowongan Bawah Tanah Multi Guna yang dicanangkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bukanlah ide yang mudah direalisasikan.
"Kalau ditanya apakah bisa direalisasikan atau tidak, tentu bisa. Namun, itu bukan proyek yang mudah direalisasikan dari sudut pandang geologi," ujar Rovicky saat berbincang dengan Tempo, Ahad, 30 Desember 2012.
Sebagaimana diketahui, Jokowi mengatakan akan membangun Terowongan Multi Guna alias Multi Purpose Deep Tunnel (MPDT). Rencananya, terowongan yang juga akan berfungsi sebagai gorong-gorong raksasa itu akan membentang dari Jalan MT Haryono sampai Pluit.
Rovicky mengatakan, hal yang membuat proyek ini akan susah direalisasikan adalah faktor lokasi yang menuju Pluit. Pluit, kata Rovicky, memiliki struktur tanah yang lunak akibat berdekatan dengan laut. Struktur tanah yang lunak pada dasarnya tak cukup kuat untuk dijadikan lokasi pembangunan berskala besar.
"Kalau mengarah ke Pluit, ketahanan struktur tanahnya yang perlu menjadi perhatian. Tanah lunak rentan terus menurun. Itu bisa berpengaruh kepada bangunan, baik yang ada di atasnya maupun di bawahnya," ujar Rovicky.
Selain karena struktur tanah yang lunak, Rovicky menambahkan bahwa alasan lain proyek MPDT sulit direalisasikan di Pluit yaitu karena daerah tersebut padat bangunan (baca: wilayah industri).
Banyaknya bangunan di atas tanah lunak, kata Rovicky, akan mempercepat proses penurunan tanah. Apabila MPDT dibangun di bawah tanah yang dipadati proyek pembangunan, MPDT berpotensi menghadapi penurunan tanah yang lebih cepat daripada biasanya. Hal ini bisa berujung pada rusaknya konstruksi MPDT.
Rovicky mengingatkan kembali, meskipun proyek ini susah direalisasikan, bukan berarti tak bisa dilakukan. Rovicky mengatakan, selama Jokowi melakukan dua hal berikut, seharusnya proyek MPDT bisa terealisasi.
Hal pertama adalah menekan pembangunan di atas tanah yang bagian bawahnya menjadi lokasi MPDT. Dengan begitu, potensi penurunan tanah dalam waktu cepat bisa diminimalkan.
Hal kedua adalah melakukan betonisasi terhadap kontruksi MPDT. Tentunya, dalam volume yang lebih besar dibandingkan dengan terowongan pada umumnya, karena harus berhadapan dengan potensi penurunan tanah.
"Tak heran apabila proyek ini nilainya mahal, perlu usaha ekstra untuk membangunnya. Ini proyek yang proses membuat lorongnya cepat karena tanahnya lunak, tapi di satu sisi juga susah membuat lorong itu kuat," Rovicky menegaskan. (Lihat foto-foto Jokowi masuk gorong-gorong)
ISTMAN MP