TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Divisi Korupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW), Apung Widadi, mengatakan ada beberapa modus korupsi yang berpotensi terjadi di lembaga eksekutif pada tahun 2013.
“Menteri yang berasal dari partai politik mencari dana untuk Pemilu 2014,” ujarnya ketika dihubungi Tempo, Ahad, 30 Desember 2012. Meskipun demikian, menurut Apung, korupsi tidak selalu melibatkan politikus di eksekutif. “Peluang menteri yang berasal dari partai politik lebih besar, karena mereka memiliki kekuasaan,” katanya.
Modus pertama, menurut Apung, adalah anggaran yang bersifat populis, seperti bantuan sosial dan dana hibah. “Secara undang-undang boleh dilakukan, tetapi pada kenyatannya politik anggaran lebih kuat,” ujar dia.
Berikutnya adalah dana transfer daerah yang dilaksanakan melalui skema Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) dan Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID).
Modus ketiga adalah korupsi dengan proyek besar di kementerian. “Contoh yang sangat vulgar adalah kasus proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga,” kata Apung.
Ia juga memperkirakan beberapa tindak korupsi di luar korupsi politik yang mungkin terjadi pada 2013. “Anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan senilai Rp 10 triliun untuk kurikulum, bisa menjadi sumber korupsi,” ucap Apung.
Perusahaan badan usaha milik negara yang sahamnya dijual ke publik, menurut Apung, juga rawan kasus korupsi. “Ada upaya penyelewengan dalam penjualan saham,” katanya.
Selain itu, sektor pertambangan dan perkebunan juga diperkirakan tak luput dari korupsi. “Apalagi kalau pemiliknya orang yang memiliki kekuasaan, penggunaan anggaran bisa menjadi double, baik dari daerah maupun pusat,” ujar Apung.
SATWIKA MOVEMENTI
Berita terpopuler lainnya:
Ariel Noah Bikin Perempuan Ini Bergairah
Jokowi: Saya Datang, Putuskan, Laksanakan
Perilaku Seksual Pelajar Surabaya Semakin Memprihatinkan