TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Kerja DPR untuk kasus Vaksin Flu Burung terus memperdebatkan perlu-tidaknya melanjutkan pembiayaan negara atas proyek pembangunan pabrik vaksin itu. Anggota Panja dari Partai Demokrat, Heriyanto, menilai proyek vaksin itu seharusnya tetap berlanjut meski diduga sarat korupsi.
"Ini program pemerintah. Apalagi proyek ini sudah berjalan 80 persen lebih,” kata Heriyanto ketika dihubungi Selasa, 1 Januari 2013.
Heriyanto menuturkan, proyek vaksin ini sangat dibutuhkan masyarakat agar tidak terjadi pandemik flu burung. Kementerian Kesehatan dan PT Biofarma, kata dia, harus menindaklanjuti pembangunan pabrik karena sudah ada dana bantuan dari World Health Organization.
Meski begitu, Heriyanto mendorong proses hukum atas dugaan korupsi pengadaan proyek ini terus berlanjut. "Pembangunan proyek harus tetap berjalan, begitu pula dengan proses hukumnya,” ucap Heriyanto.
Tapi pendapat Heriyanto tak didukung anggota Panja lain. Politikus Fraksi Golkar, Poempida Hidayatulloh, menilai pembangunan pabrik vaksin flu burung itu sebaiknya dihentikan saja. Selain karena tidak ada prospek bisnis, dia menilai bahaya flu burung sudah relatif surut. "Vaksinnya beli saja untuk wilayah yang terjadi wabah, tidak perlu produksi sendiri,” kata Poempida.
Menurut Poempida, perawatan pabrik vaksin ini juga akan terlalu mahal. Karena itu, dia meminta agar proyek ini dikembalikan ke Kementerian Kesehatan, tidak lagi menjadi pekerjaan Biofarma. "BUMN itu tak boleh bekerja driven by power, harus driven by market," kata Poempida.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mendesak Panitia Kerja Vaksin Flu Burung di DPR untuk menuntaskan perdebatan itu. Alasannya, virus flu burung atau H5N1 clade baru (2.3.2) yang saat ini muncul lebih kuat dibanding jenis lama (2.1.3). “Kalau tidak, kita akan kesulitan kalau terjadi pandemi virus ini,” kata Nafsiah tiga hari yang lalu ketika ditemui seusai Rapat Koordinasi Tingkat Menteri, Pengendalian Flu Burung Lintas Sektor, Kamis, 27 Desember 2012.
SUNDARI