TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan siap mundur jika penyimpangan dana haji di kementeriannya terbukti. "Silakan dibuktikan. Kalau Rp 80 triliun benar, saya berhenti sekarang," kata Suryadharma di kantor Inspektorat Jenderal Kementerian Agama, Jumat, 4 Januari 2013.
Menurut Suryadharma Ali, data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang menyebutkan ada penyimpangan dana pengelolaan haji keliru. "PPATK dapat info yang salah. Dana itu (pengelolaan haji) tidak lebih dari Rp 50 triliun, malah mungkin belum sampai. Saya bingung dia (PPATK) dapat dari mana. Bingung minta ampun," ujarnya.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama, Anggito Abimanyu, kemarin juga membantah data PPATK. Menurut Anggito, sejauh ini pengaturan dana penyelenggaraan haji sudah sesuai prosedur.
Anggito menjelaskan, outstanding dana setoran awal haji hingga 19 Desember 2012 mencapai Rp 48,7 triliun, termasuk nilai manfaat seperti bunga, bagi hasil, dan imbal hasil senilai Rp 2,3 triliun. Adapun hasil efisiensi dari operasional penyelenggaraan haji dimasukkan ke rekening dana abadi umat, yang hingga hari ini berjumlah Rp 2,2 triliun.
Nilai manfaat dana setoran awal, kata Anggito, dipakai untuk mengurangi biaya penyelenggaraan ibadah haji, di antaranya biaya pemondokan, katering, transportasi, serta biaya tidak langsung seperti pengurusan paspor. Juga, penyediaan buku manasik dan bimbingan. Ketentuan itu termaktub dalam Peraturan Menteri Agama.
Ketua PPATK M. Yusuf kemarin mengatakan, penyelenggaraan haji oleh pemerintah tidak transparan dan sarat penyimpangan. Ia mencontohkan biaya haji sejak 2004 hingga 2012 yang mencapai Rp 80 triliun. Duit yang disimpan dalam sebuah bank itu menghasilkan bunga Rp 2,3 triliun dan dipakai untuk membiayai pemondokan, katering, serta transportasi jemaah. Menurut Yusuf, penggunaan bunga itu tidak jelas pertanggungjawabannya.
ISMA SAVITRI