TEMPO.CO, Bima - Setidaknya ada tiga kecamatan di Bima yang dinilai menjadi lahan subur radikalisme. Tiga di antaranya adalah Kecamatan Mpunda, Kota Bima, Kecamatan Bolo dan Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
Hal itu dikemukakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bima, Abdurahim Haris. Sebab, di daerah tersebut terlihat partisipasi, dukungan, dan penerimaan masyarakat terhadap radikalisme sosial dan keagamaan.
Selain itu, ada keterkaitan historis Bima yang pernah menjadi basis gerakan Negara Islam Indonesia. Masyarakat muslim Bima memiliki dukungan yang tinggi terhadap penggunaan kekerasan untuk kepentingan agama. ”Ini paralel dengan mereka yang memandang jihad sebagai pengorbanan nyawa,” kata Abdurahim kepada Tempo, Senin, 7 Januari 2012.
Tindakan radikal yang mengatasnamakan agama, kata Abdurahim, masih rawan terjadi di Bima. Masyarakat muslim Bima juga cukup resisten terhadap orang di luar ajarannya, meski tidak ekstrem.
Masyarakat Bima juga banyak yang tergabung dalam beberapa organisasi agama. Hal itu menunjukkan adanya tingkat kerentanan yang cukup tinggi terhadap tindakan radikal. ”Terbukti dengan banyaknya peristiwa radikal dan terorisme yang terjadi maupun dilakukan oleh masyarakat Bima,” ujar Abdurahim.
Kepala Kantor Departemen Agama Kota Bima, Syahrir, mengatakan berbagai macam usaha harus dilakukan untuk meminimilisirya, termasuk melalui proses deradikalisasi yang bekerja sama dengan berbagai pihak. ”Dukungan masyarakat serta pemerintah untuk proses deradikalisasi harus terus dilakukan,” ucapnya ketika ditemui Tempo.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bima, Nadjib M Ali, menilai tindakan yang dilakukan Densus 88 semena-mena. Tindakan kekerasan, seperti penembakan hingga tewas, tidak hanya melanggaran hak azasi manusia. Namun, efeknya justru bisa mengganggu proses deradikalisasi yang sedang dilakukan pemerintah daerah dan berbagai elemen masyarakat.
Tindak kekerasan yang dilakukan Densus 88 justru menumbuhsuburkan perlawanan dengan munculnya gerakkan radikalisme baru. "Densus 88 sebagai bagian dari kepolisian seharusnya berpegang pada KUHAP dan menjunjung azas praduga tak bersalah,” tuturnya kepada Tempo.
AKHYAR M NUR