TEMPO.CO, Jakarta - Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) meminta pemerintah tidak hanya mengalokasikan anggaran untuk dana kompensasi penggantian itik yang terkena depopulasi (pemusnahan) terbatas. Ketua Umum Himpuli Ade Meirizal Zulkarnain mengatakan, kompensasi juga harus diberikan kepada peternak yang unggasnya mati karena virus flu burung (H5N1) clade 2.3.2.
"Pemerintah harus fair dalam menghitung nilai kompensasi kepada peternak unggas," kata Ade saat dihubungi Tempo, Senin, 7 Januari 2013.
Ia meminta nilai kompensasi untuk itik yang terkena depopulasi terbatas dinilai tidak hanya berdasarkan biaya produksi, tapi juga nilai ekonomis unggas. Menurut perhitungannya, dana kompensasi untuk itik yang terkena depopulasi terbatas terbagi atas dua jenis itik. Itik produktif yang sudah mulai bertelur minimal mendapat kompensasi Rp 50 ribu per ekor. Sedangkan untuk itik pedaging minimal dikompensasi sebesar Rp 30 ribu per ekor.
Ade berpendapat itik yang mati karena terkena virus flu burung harus diberi jaminan restrukturisasi utang peternak kepada perbankan. "Yang penting pemerintah harus memberikan jalan keluar kepada peternak yang unggasnya mati, karena mereka tetap harus melanjutkan bisnisnya," kata Ade.
Selain itu, bagi unggas yang mati karena flu burung, juga harus mendapat dana bantuan sosial peternakan yang telah digagas pemerintah dalam program budi daya unggas di pedesaan. Bantuan sosial ini setidaknya harus diberikan kepada peternak yang terjangkit virus, nilainya Rp 150 juta per kelompok ternak. Satu kelompok ternak terdiri atas delapan sampai sepuluh peternak unggas.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Syukur Iwantoro, mengatakan, dana kompensasi kepada peternak dalam rangka depopulasi terbatas diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dalam Pasal 44 disebutkan depopulasi terbatas dilakukan kepada itik sehat yang berada dalam radius potensi penularan penyakit hewan strategis.
"Dana kompensasi hanya diberikan untuk itik yang didepopulasi terbatas, bukan untuk unggas yang mati atau sakit karena terjangkit virus," kata Syukur kepada Tempo.
Untuk dana kompensasi depopulasi unggas ini, Syukur mengatakan pihaknya sudah mengusulkannya kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Namun, usul itu belum memasukkan perhitungan dana kompensasi yang akan diberikan karena masih menunggu persetujuan.
Seperti diketahui, ratusan ribu itik lokal mati mendadak akibat virus flu burung. Virus avian influenza atau flu burung yang selama ini endemis di Indonesia sejak 2003 berkode Clade 2.1 sub-Clade 2.1.3 yang hanya patogen pada unggas golongan ayam. Namun, kini virus AI yang menyerang itik berbeda dengan jenis sebelumnya karena memiliki Clade 2.3.2 yang lebih patogen menyebabkan tingkat kesakitan dan kematian cukup tinggi terhadap itik.
ROSALINA