TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan rencananya untuk menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) kedelai masih terganjal di kebijakan fiskal. Gita menilai penetapan HPP bisa meretas jalan menuju swasembada kedelai. Saat ini, Indonesia masih tergantung impor kedelai dari Amerika Serikat
“Swasembada dengan HPP untuk kedelai saya kira jauh lebih mungkin dari pada beras atau gula,” katanya saat berkunjung ke kantor Tempo Jakarta Selatan, Senin 7 Januari 2013. Draf HPP tersebut tengah dibuat dan ditargetkan selesai bulan ini.
Gita menjelaskan, Perum Bulog tahun ini telah memegang anggaran sebesar Rp 1,5 triliun untuk stabilisasi harga berbagai komoditas. Gita berhitung untuk membayar HPP kedelai selama 6 bulan, dana yang diperlukan sekitar Rp 300 miliar. “Tapi kemarin saya minta izin Menteri Keuangan, engga dikasih,” ujarnya.
Mantan Kepala BKPM itu tak kurang akal. Gita berencana memodifikasinya. Caranya dengan menggandeng importir kedelai. “Kita kaitkan dengan pembatasan impor, jadi boleh impor kalau para pengusaha itu mendukung kebijakan kita.”
Gita mencontohkan desain kebijakan tersebut bisa berupa penentuan porsi: seorang pengusaha dapat mengimpor kedelai setelah ia membeli kedelai lokal dalam jumlah dan dengan harga tertentu.
Kendati demikian Gita enggan menyebut berapa kisaran harga yang pantas untuk dapat memicu semangat petani bertanam kedelai. “Kita lihat nanti lah,” ujarnya.
Khudori, analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, tidak sepakat dengan Gita,. Ia menilai HPP kedelai sebaiknya tidak ditetapkan secara baku melainkan mengikuti fluktuasi harga pasar. “Pemerintah memastikan stabilisasi harga saja, juga memastikan petani tetap mendapat untung,” katanya.
PINGIT ARIA