TEMPO.CO, Bima - Nur Aini, istri Bahtiar, salah seorang terduga teroris yang tewas dalam penggerebekan oleh tim Detasemen Khusus 88 di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, tidak akan mengizinkan jenazah suaminya untuk diotopsi.
Menurut Nur, kematian suaminya sudah merupakan takdir Yang Maha Kuasa. Nur juga mengatakan sudah ikhlas menerima kematian suaminya. "Kami tak ingin (Bahtiar) diotopsi," katanya sembari menangis ketika ditemui Tempo di rumah duka di Kampung Bugis, Desa Timu, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Selasa siang, 8 Januari 2013.
Wanita yang menggunakan pakaian serba gelap yang dilengkapi dengan cadar warna gelap itu merasa kematian Bahtiar memang sudah jalan bagi suaminya. "Biar Allah yang membalasnya," ujarnya.
Nur menjelaskan, keluarganya telah menyampaikan surat penolakan otopsi kepada Mabes Polri. Surat disampaikan oleh perwakilan keluarga melalui Kepolisian Resor Bima. ”Saya berharap jenazah suami saya segera dipulangkan agar segera dimakamkan,” ucapnya.
Nur mengatakan pihak keluarga belum mendapat keterangan resmi dari kepolisian mengenai tewasnya Bahtiar. Pihak keluarga hanya mendapatkan informasi dari warga dan pemberitaan media massa.
Nur menyesalkan tindakan Densus 88 yang dinilai telah menembak suaminya secara membabi-buta tanpa dasar yang jelas. Bukti keterlibatan suaminya dalam aksi terorisme seperti yang dituduhkan polisi tidak ada sama sekali. Bahkan, Nur yakin suaminya tidak terlibat dalam jaringan terorisme Poso. Sebab, suaminya setiap hari hanya berjualan jajanan secara keliling, usaha yang sudah 10 tahun digelutinya bersama Nur, istrinya.
”Yang saya dengar, polisi bilang suami saya baru pulang dari pelatihan. Pelatihan apa? Di mana?” kata Nur, yang perkawinannya dengan Bahtiar dikaruniai tiga anak.
Kapolres Bima, Ajun Komisaris Besar Polisi Dede Alamsyah, mengatakan segera mengirimkan surat keluarga Bahtiar ke Mabes Polri.
AKHYAR M NUR