TEMPO.CO, Lahore - Pakistan berencana menggandakan impor minyak kelapa sawit dari Indonesia mulai tahun ini. Duta Besar Pakistan untuk Indonesia, Sanaullah, menawarkan pemotongan bea masuk sebesar 15 persen untuk impor minyak sawit dari Indonesia kepada pemerintah Indonesia.
Sebelumnya, Pakistan telah menyepakati pemotongan bea masuk minyak sawit dari Malaysia sejak tahun 2007. Sehingga 75 persen dari impor minyak sawit Pakistan saat ini berasal dari Malaysia.
Bila Indonesia sepakat, "Impor minyak kelapa sawit dari Indonesia dan Malaysia bisa 50:50," kata Ketua Asosiasi Produsen Vanaspati Pakistan, Arif Qasim, seperti dikutip Bloomberg, Selasa, 8 Januari 2013.
Qasim, yang mewakili 94 perusahaan pembuat minyak nabati terhidrogenasi, mengatakan pemotongan bea masuk itu dapat membuat produksi minyak sawit mentah dan olahan dari Indonesia lebih kompetitif dan menarik.
Setiap tahun, Pakistan menyerap 3,2 juta ton minyak kelapa sawit untuk kebutuhan industri. Sebanyak 2 juta ton merupakan impor dari Indonesia dan Malaysia. Biro Statistik Pakistan mengatakan impor minyak sawit turun 4,8 persen menjadi 844.178 ton dalam lima bulan hingga November.
Ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke Pakistan justru naik tahun lalu. Kenaikan itu terjadi setelah pemerintah Indonesia mengubah struktur bea keluar. Adapun pada Januari, Indonesia memotong pajak ekspor menjadi 7,5 persen bulan ini dari 9 persen pada bulan lalu. Malaysia mengambil langkah yang lebih ekstrem. Untuk menghabiskan suplai minyak sawit, tarif pajak ekspor untuk Januari dihapus menjadi nol.
Proposal perjanjian perdagangan khusus yang ditawarkan Pakistan menyebutkan klausul potongan 15 persen bea masuk sebesar 8.000 rupee (US$ 82) per ton minyak sawit mentah, 10.800 rupee per ton Refined Bleached Deodorised Palm Oil, 9.050 rupee pada palm stearin, dan 9.050 untuk palm olein.
AMANDRA MUSTIKA MEGARANI