TEMPO.CO, Subang - Dinas Pendidikan Kabupaten Subang, Jawa Barat, mengaku pasrah atas putusan Mahkamah Kosntitusi (MK) yang telah mencabut Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Sisdiknas tentang rintisan sekolah bertarap internasional (RSBI).
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Subang, E. Kusdinar, saat dihubungi Tempo, Rabu, 9 Januari 2013, mengatakan setelah keluarnya putusan pembubaran RSBI itu, pihaknya dalam posisi menunggu. "Kan, tidak serta-merta dibubarkan. Kami harus menunggu dulu Permendikbud tentang pembubaran RSBI itu," ujar Kusdinar.
Ia menyebutkan, di daerahnya kini ada tiga RSBI, yakni SMPN 1 Subang, SMPN 1 Kalijati, dan SMAN 1 Subang. Menurut Kusdinar, pembubaran RSBI tersebut tidak akan berpengaruh signifikan terhadap proses belajar-mengajar di tiga sekolah yang semula menyandang RSBI itu. "Karena kurikulum yang diterapkan juga hampir sama dengan sekolah-sekolah biasa," tutur Kusdinar.
Sekolah RSBI, menurut dia, memiliki pelayanan yang khusus dalam standar belajar dibandingkan dengan sekolah umum. Misalnya soal standar guru, proses, kepegawaian, kelulusan, sarana dan prasarana. "Sekolah-sekolah RSBI juga mendapatkan bantuan khusus dari Kemendikbud setiap tahun ajarannya mencapai miliaran rupiah yang pengelolaannya langsung diterima pihak pengelola," Kusdinar memaparkan.
Meskipun tanpa bantuan dana alokasi khusus Kemendikbud, ada beberapa program positif yang harus tetap dipertahankan di sekolah-sekolah bekas RSBI itu nantinya, seperti program ektrakurikuler berbasis teknologi informasi dan seni budaya.
Kepala Sekolah RSBI SMPN 1, Heni Rodiah, mengaku tak terganggu dengan putusan MK. Ia mengaku masih menunggu Permendikbud soal kelanjutan RSBI pascakeluarnya keputusan MK yang membubarkan keberadaan sekolah RSBI tersebut. Heni mengungkapkan, keberadaan sekolah RSBI di Subang sangat berbeda dengan yang ada di kota-kota besar. Ia mengaku hanya memungut sumbangan orang tua untuk kepentingan program kegiatan belajar mengajar hanya Rp 150 ribu per bulan.
"Itu pun sudah hasil musyawarah dengan komite sekolah," ujarnya. Ia mengatakan bahwa sekolahnya hanya mendapatkan sumbangan dana Rp 150 juta per tahun dari Kemendikbud dan menerima dan BOS sesuai dengan sekolah reguler.
Ketua Komite Sekolah RSBI SMPN 1 Subang, Daeng Makmur Thahir, menyatakan tak masalah RSBI dibubarkan. Akan tetapi, pemerintah harus bertanggung jawab atas dampak yang akan yang ditimbulkannya. "Terutama masalah kualitas dan prestasi anak-anak bekas sekolah RSBI itu dipastikan akan rontok," katanya. Sebab, mereka terbiasa dengan formulasi dan proses dan belajar-mengajar tinggi.
"Makanya, kami mengusulkan pemerintah harus tetap memberikan bantuan dana buat sekolah-sekolah berprestasi tinggi yang akan dibubarkan itu," ujar Daeng, seraya menambahkan bahwa sekolah RSBI yang dikelolanya sejak tahun 2008 tak lagi dapat bantuan dana APBD.
Daeng mengaku mafhum dengan penilaian MK yang menyatakan sekolah RSBI itu diskriminatif. "Diskriminatif itu akibat di blow-up soal adanya sumbangan dari orang tua siswa, sedangkan yang lain gratis," ujarnya.
NANANG SUTISNA