TEMPO.CO, Yogyakarta - Kawasan pesisir selatan Jawa paling potensial menjadi sasaran tsunami senyap (slow earthquake tsunami). “Karena zona pertemuan lempeng Eurasia dan Indo Australia punya karakter curam, sangat dalam, dan ada sedimen lunak di bawah lempeng,” ujar Kepala Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada, Djati Mardiatno, seusai diskusi pengurangan risiko tsunami di UGM, Kamis, 10 Januari 2013.
Menurut dia, karakter ini memperbesar potensi tsunami senyap karena pergeseran lempeng dengan dentuman besar berlangsung lambat akibat tertahan sedimen lunak. “Inilah yang menyebabkan getaran gempa tak begitu terasa di pesisir, seperti tsunami Pangandaran pada 2006,” ujar Djati.
Baca Juga:
Meski demikian, efek tsunaminya bisa lebih besar dari perkiraan karena pertemuan dengan sedimen lunak mengakumulasi getaran. “Contohnya, di Pangandaran riset pemodelan tsunami hanya menunjukkan tinggi ombak 3,5 meter tapi faktanya bisa sampai 10 meter,” ujar Djati.
Djati mengatakan skema mitigasi tsunami di pesisir selatan Jawa lebih kompleks dibanding di pesisir selatan dan barat Sumatera. Di perairan selatan dan barat, Sumatra hanya berpotensi tsunami cepat yang didahului gempa besar dalam waktu singkat. “Identifikasinya pasti mudah, ada getaran gempa besar dan air laut tiba-tiba surut,” kata Djati.
Menurut dia, riset pascatsunami Pangandaran menyebutkan mayoritas warga tak merasakan ada getaran dan tak melihat air surut dengan cepat. Indikasi kemunculan tsunami senyap bisa terdeteksi justru muncul lewat suara mirip drum band atau rombongan truk. “Tantangannya ialah pemetaan secara lengkap potensi tsunami seperti ini yang memiliki karakter berbeda di kawasan pesisir selatan Jawa,” ujar dia.
Oleh sebab itu, katanya, kajian lengkap pemetaan potensi tsunami senyap di laut selatan Jawa perlu segera dilakukan. “Kajian ini salah satu yang belum ada di master plan pengurangan risiko bencana tsunami yang diterbitkan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) pada Juni 2012 lalu,” ujar Djati.
Anggota Dewan Pengarah BNPB, Profesor Sudibyakto, yang hadir pada forum itu mengatakan waktu penyusunan master plan mitigasi tsunami terbitan BNPB terlalu singkat.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM