TEMPO.CO, Yogyakarta - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, Hifdzil Alim, memprediksi penggangsiran uang negara untuk kebutuhan sumbangan ke partai politik bakal marak selama periode 2013 hingga 2014.
“Sumbernya bisa muncul dari berbagai sektor pendapatan dan alokasi anggaran negara,” katanya ketika merilis laporan tren korupsi semester kedua 2012 di PUKAT UGM pada Kamis, 10 Januari 2013.
Hifdzil menengarai gejala awal upaya penggangsiran anggaran ini sudah muncul ketika SBY merevisi Peraturan Presiden Nomer 70 Tahun 2012 pada September 2012 lalu. Dengan revisi itu, batasan nilai pengadaan langsung dinaikkan dari Rp 200 juta menjadi Rp 5 milyar. “Aturan ini memperbesar peluang pengumpulan dana politik secara masif lewat korupsi pengadaan barang dan jasa,” kata dia.
Hifdzil menambahkan peluang untuk menggelembungkan kas partai juga bisa datang dari korupsi kader partai yang memiliki pengaruh di BUMN (Badan Usaha Milik Negara), BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) hingga BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Dia menjelaskan kekhawatiran ini makin besar karena selama ini publik tak banyak tahu profil ratusan BUMN dan BUMD kecuali perusahaan dengan nama besar saja.
“Menteri, kader partai, bekas petinggi polisi maupun militer, kerap menjadi komisaris perusahaan negara seperti itu,” ujar Hifdzil.
Direktur Divisi Advokasi PUKAT UGM, Oce Madril, berpendapat bahwa aparat hukum harus rajin mengendus sumber sumbangan ke parpol dengan menganalisis profil kader penyumbang dan besaran nilai sumbangannya. Selain itu, kata dia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) perlu lebih rajin memantau alur kas partai politik untuk mendukung kemajuan penyelidikan dugaan korupsi.
Dia mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan memakai instrument UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU Tindak Pidana Pencucian Uang untuk menjala kader parpol nakal. “Dugaan pencucian uang harus jadi pintu masuk. Dana bermasalah sering datang dari proyek bermasalah juga,” kata dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM