TEMPO.CO, Jakarta -- Peneliti Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, menilai vonis 4 tahun 6 bulan penjara untuk terdakwa kasus korupsi anggaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Pemuda dan Olahraga, Angelina Sondakh alias Angie, tak logis.
"Tak masuk akal rasanya. Dia dinyatakan terbukti menerima uang, tapi tidak ada perintah pengembalian ke negara," kata Febri saat dihubungi Tempo pada Kamis, 10 Januari 2013.
Menurut Febri, Komisi Pemberantasan Korupsi mesti mengajukan banding terhadap vonis tersebut. Selain tidak logis, nilai vonisnya tidak sampai dua pertiga tuntutan jaksa.
Pintu masuk KPK untuk mengajukan banding adalah selisih duit yang tercatat di laporan keuangan Grup Permai dengan duit yang menurut hakim diterima Angie. Grup Permai tercatat mengeluarkan duit Rp 12,5 miliar dan US$ 2,2 juta terkait dengan Angie. Sedangkan hakim menyatakan Angie hanya menerima Rp 2,5 miliar dan US$ 1 juta. "Nah, selisih itu diterima siapa? KPK harus usut itu," ujar Febri.
Karena itu, Febri sangat kecewa atas vonis tersebut. Selisih hukuman hingga 7,5 tahun dari tuntutan jaksa adalah akibat hakim keliru memahami Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Febri, tidak tepat jika hakim menganggap duit komisi bukan duit negara sehingga Angie tak perlu membayar ganti rugi. "Pasal 18 UU Tipikor tidak hanya berlaku untuk pasal 2 dan 3, tapi juga semua jenis korupsi," kata dia.
Hakim tidak memerintahkan Angie membayar ganti rugi dalam amar putusan yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada hari ini, Kamis, 10 Januari 2013. Padahal jaksa menuntut Angie membayar uang pengganti Rp 12,58 miliar dan US$ 2,35 juta subsider 2 tahun bui, sesuai dengan dugaan suap yang diterima politikus Partai Demokrat itu.
ISMA SAVITRI