TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 30 ribu pekerja tambang dirumahkan setelah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI nomor 7 tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan pengolahan Dan Pemurnian Mineral diberlakukan.
"Sebagian besar di-PHK sekitar sebelum Lebaran," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Industri, Riset dan Teknologi Bambang Sujagad, Kamis 10 Januari 2013.
Selama delapan bulan, sejak diterapkannya peraturan itu, pengusaha pertambangan mengaku rugi hingga Rp 6,5 triliun akibat pembatasan kuota dan pemberlakuan bea keluar 14 komoditas mineral utama, termasuk nikel.
Wakil Ketua Umum Kadin bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik, Natsir Mansyur menyebut, kerugian itu berasal dari infrastruktur seperti jalan dan jembatan di area tambang yang telah dibangun juga pembelian alat berat oleh para pelaku usaha. Selain itu, "Gaji juga tetap jalan sementara ekspornya mampet," ujarnya.
Natsir melanjutkan, semua ini terjadi akibat kesalahan pemerintah dalam membuat kebijakan secara sepihak. Menurutnya dalam mengambil kebijakan seperti ini, pelaku usaha terkait perlu dilibatkan. "Karena itu kita adakan perlawanan dengan uji materi," ujarnya.
Mahkamah Agung sendiri pada September 2012 lalu telah mengeluarkan putusan nomor 39/P.PTS/XII/2012/09 P/HUM/2012 yang memenangkan Asosiasi Nikel Indonesia dalam permohonan uji materi terhadap Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor 7 tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengelolaan dan pemurnian mineral. Sebanyak empat pasal dalam peraturan itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
PINGIT ARIA