TEMPO.CO, Jakarta – PT Kereta Api Indonesia (Persero) memastikan untuk menggusur semua pedagang di lingkungan stasiun di Jabodetabek, baik yang legal maupun ilegal. “Semua pedagang akan diminta pergi, lalu kami tata ulang,” kata Direktur Utama PT KAI Ignatius Jonan kepada Tempo, Jumat, 4 Januari 2013.
Jonan menuturkan, tak benar jika ada yang berpendapat dirinya diskriminatif dengan menggusur pedagang kecil, sementara jaringan toko besar, seperti Indomaret, dibiarkan. Yang benar adalah semua pedagang akan diminta meninggalkan stasiun kemudian lingkungan stasiun akan ditata ulang demi kenyamanan penumpang.
Ia menjelaskan, para pedagang ilegal jelas diusir. Adapun pedagang yang resmi bekerja sama dengan PT KAI diminta memilih terus berdagang hingga masa kontrak berakhir atau segera pergi dan PT KAI akan mengembalikan uang sewa secara utuh. “Tak dipotong sedikit pun.” Pilihan ini telah diumumkan kepada para pedagang legal sekitar enam bulan lalu.
Nantinya, Jonan menuturkan, peron hanya untuk para penumpang yang akan naik atau turun dari kereta. Di dalam stasiun akan disiapkan toilet, toko kelontong, dan toko koran atau majalah untuk keperluan penumpang kereta. Kemudian, halaman stasiun akan dimanfaatkan untuk parkir. Anak usaha PT KAI, menurut dia, yang akan mengaturnya, termasuk mengelola tukang ojek di stasiun.
Menurut Jonan, jumlah penumpang KRL di Jabodetabek, baik kelas ekonomi maupun commuter line, terus meningkat. Tahun ini diperkirakan mendekati 500 ribu orang dan menjadi 1,2 juta per 2018. Itu sebabnya, stasiun perlu ditata ulang untuk menampung para penumpang. Maka penggusuran pedagang ilegal dilakukan sejak medio Desember lalu. Mereka diberi waktu maksimal hingga 7 Januari 2013 untuk membongkar sendiri toko atau lapak, sebelum dibongkar oleh petugas pemerintah daerah setempat.
Pembenahan juga dilakukan pada sistem tiket. Pada akhir Maret nanti, PT KAI menargetkan telah melaksanakan e-gate dan e-ticket di seluruh stasiun di Jabodetabek, yang berjumlah 60 stasiun.
Jonan pun menyatakan telah merencanakan pemugaran stasiun-stasiun secara bertahap agar modern seperti Stasiun Sudirman. “Kami tetap bekerja dengan baik, meski tak mendapat subsidi pemeliharaan rel, sinyal, serta stasiun dari pemerintah,” katanya. “Padahal, menurut undang-undang, mestinya kami memperoleh subsidi itu.”
JOBPIE SUGIHARTO