TEMPO.CO, Surabaya - Cuaca buruk akibat badai Narelle membuat lalu lintas kapal komersial berkurang hingga 60 persen. Jika rata-rata per hari terdapat 50 kapal yang berangkat, sejak cuaca buruk, hanya 40 persen yang berani berangkat. Mereka hanya kapal-kapal berukuran besar.
Kepala Humas PT Pelabuhan Indonesia (Persero) III, Edy Priyanto, mengatakan, kapal jenis Roro sejak minggu lalu sudah ditahan agar tidak berlayar. Bahkan, KM Lawit milik PT Pelni (Persero) tujuan Pontianak harus kembali ke Pelabuhan Tanjung Perak saat baru berlayar di Karang Jamuang.
"Banyak Roro yang tidak berani berangkat karena ombak sudah di atas 3 meter. Berisiko tenggelam," kata Edy, Senin, 14 Januari 2013.
Selain berpengaruh pada keberangkatan kapal, cuaca buruk juga berdampak pada aktivitas bongkar-muat. Dengan kecepatan angin di atas 40 kilometer per jam, crane otomatis menghentikan kegiatan bongkar-muat karena tidak berfungsi. "Tapi kondisi ini hanya terjadi beberapa waktu, setelah itu normal," ujarnya.
Gelombang tinggi dampak badai Narelle memang masih terjadi. Di Laut Cina Selatan, laut Jawa, dan perairan Kangean berkisar 2 meter hingga 3,5 meter. Bahkan gelombang Samudra Hindia bagian selatan bisa mencapai 3,5 sampai 4 meter.
AGITA SUKMA LISTYANTI