TEMPO.CO, Jakarta - Mohammad Nuh terpaksa menyimpan dulu rasa penasaran atas pesan pendek yang masuk ke telepon selulernya. Padahal, Selasa pekan lalu itu, Nuh mafhum pengirim pesan, Anna Erliyana, anggota staf ahli bidang hukumnya, pasti menyampaikan kabar penting. Hari itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini memang mengirim Anna menghadiri sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi.
Nuh rikuh membaca SMS tersebut karena saat itu ia tengah melakukan rapat dengan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono. Di hadapan Agung, Menteri Nuh memaparkan rencana perubahan kurikulum sekolah yang telah digodok kementeriannya.
SMS Anna baru ia buka setelah rapat rampung. Isinya membuat dia tersentak. "Pak, kita kalah," demikian SMS Anna. Nuh lalu mengontak Anna. "Saya bilang ini bukan urusan kalah atau menang, tapi kepastian hukum," kata bekas rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya itu kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Hari itu, lewat sidang putusannya, Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 50 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Menurut Mahkamah, pasal yang mewajibkan pemerintah merintis setidaknya satu sekolah bertaraf internasional pada semua jenjang pendidikan itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Artinya, sekitar 1.300 sekolah berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) kontan kehilangan pijakan hukumnya.
Beberapa jam setelah putusan itu diketuk, Nuh memanggil Wakil Menteri Bidang Pendidikan Musliar Kasim, Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Hamid Muhammad, dan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Suyanto. Nuh meminta mereka segera mengkaji putusan Mahkamah dan merumuskan rencana tindak lanjutnya.
Esok harinya, Nuh menelepon Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. Dia bertanya apa makna putusan itu. Penjelasan Mahfud rupanya tak mengakhiri kegundahan Nuh. "Kalau saya jujur, putusan ini hanya nambah perkoro (menambah masalah)," ujar Nuh. Bagaimana lika-liku penghapusan sekolah bertaraf internasional? Simak laporan utama majalah Tempo edisi Senin, 14 Januari 2013.
JAJANG JAMALUDIN | SUNDARI | FRANSISCO ROSARIAN