TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Bahan Bakar Minyak Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Djoko Siswanto mengatakan, kelebihan kuota BBM bersubsidi 2012 mencapai 153.264 kiloliter. Namun, menurut dia, seharusnya sisa kuota BBM bersubsidi mencapai 300 ribu kiloliter.
"Pada saat Natal dan tahun baru seharusnya yang disuplai BBM nonsubsidi, tapi ini malah BBM bersubsidi. Saya dapat laporan dari masyarakat, pada saat libur akhir tahun lalu, Pertamax di Pantura, jalur selatan Jawa dan Sumatera, tidak ada," kata Djoko kepada Tempo, Senin, 14 Januari 2013.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) menyampaikan, penyaluran BBM bersubsidi 2012 lewat perusahaan pelat merah ini mencapai 44,98 juta kiloliter. Dari kuota penyaluran BBM bersubsidi lewat Pertamina sebesar 45,11 juta kiloliter, terdapat 124.531 kiloliter yang tidak disalurkan.
Djoko menambahkan, pada Desember lalu, terjadi lonjakan penyaluran BBM bersubsidi yang tidak wajar. Penyaluran Premium yang rata-rata berkisar 75 ribu kiloliter per hari sempat meningkat menjadi sekitar 90 ribu kiloliter per hari.
"Saya mempertanyakan, dari 16 Desember 2012 ke 24 Desember 2012, kok, ada angka yang tidak wajar. Saya sudah minta Pertamina memberi laporan penyaluran per minggu supaya bisa dianalisis, tetapi ini tidak diberikan dengan alasan komputer mereka rusak," kata Djoko.
Djoko menduga, Pertamina mengucurkan BBM bersubsidi dengan jor-joran untuk menghabiskan stok yang sudah telanjur diimpor. Sejak November, Pertamina mengajukan permohonan rekomendasi mengekspor Premium dan solar. "Tapi tidak saya izinkan, karena dalam Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012, BBM bersubsidi tidak boleh dijual ke luar negeri."
Djoko mengatakan, pihaknya akan mengecek kembali data penyaluran BBM nonsubsidi oleh Pertamina dan menganalisis data tersebut. Jika penyaluran Pertamax memang berkurang, Djoko menyatakan, ini berarti Pertamina sengaja mengurangi pasokan Pertamax dan menghabiskan stok Premium dan solar.
Ia menambahkan, bila penyaluran berjalan normal, seharusnya negara bisa menghemat subsidi sekitar Rp 1,5 triliun. "Saya mengerti Pertamina tidak mau rugi karena telanjur impor. Tapi ini, kan, tidak benar bagi negara yang mau menghemat, malah dijor-jorin," katanya.
Pada 2012, realisasi subsidi BBM, LPG, dan bahan bakar nabati (BBN) mencapai Rp 211,9 triliun. Nilai ini membengkak 54,22 persen dari pagu Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan, yang dipatok Rp 137,4 triliun.
Dalam APBNP 2012, kuota BBM bersubsidi ditetapkan sebesar 40 juta kiloliter. Namun akhirnya kuota BBM bersubsidi ditambah dua kali, pertama menjadi 44,04 juta kiloliter pada September 2012, dan kedua 45,27 juta kiloliter pada Desember 2012.
BERNADETTE CHRISTINA