TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi menolak aturan penghapusan pekerjaan tukang gigi yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan. "Penghapusan pekerjaan tukang gigi dengan alasan pekerjaan tersebut berisiko sehingga hanya dapat dilakukan tenaga yang berkompeten bukan penyelesaian yang tepat," kata anggota majelis hakim Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, pada saat membacakan putusan dalam sidang di gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa, 15 Januari 2013.
Larangan tukang gigi berpraktek ada dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1871/MENKES/PER/IX/2011. Peraturan itu merupakan efek dari Pasal 73 ayat 2 dan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Kedua pasal inilah yang diujimaterikan di Mahkamah.
Pasal 73 ayat 2 mengatur bahwa setiap orang dilarang menggunakan alat, metode, atau cara lain, seolah-olah merupakan dokter atau dokter gigi bersertifikat. Majelis hakim menilai pasal tersebut multitafsir karena tidak hanya melarang dokter gigi gadungan yang membuka praktek ilegal, tetapi juga berdampak pada penghapusan pekerjaan tukang gigi. Menurut majelis hakim, pasal tersebut melanggar hak bekerja dan penghidupan layak warga negara, seperti tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.
Gugatan ini diajukan Hamdani Prayogo, yang bekerja sebagai tukang gigi. Ia merasa dirugikan dengan berlakunya aturan pelarangan orang yang tidak memiliki surat izin praktek dokter atau dokter gigi untuk praktek.
Pengacara Hamdani Prayogo, Wirawan Adnan, menyatakan pemerintah harus lebih aktif untuk membina para tukang gigi. Hal ini merupakan satu solusi dari Mahkamah agar pemerintah tetap mengawasi praktek ilegal kesehatan gigi tanpa harus menghapus pekerjaan tukang gigi. "Kewajiban departemen kesehatan adalah melakukan pembinaan dan mengeluarkan syarat-syarat agar seorang tukang gigi memiliki izin praktek," kata Wirawan seusai sidang.
FRANSISCO ROSARIANS