TEMPO.CO, Damaskus - Perang sipil di Suriah belum menampakkan tanda-tanda berakhir meskipun perang telah memakan 60 ribu jiwa lebih. Di lain pihak, dunia internasional, termasuk PBB, gagal menghentikan peperangan tersebut.
Kabar paling anyar diperoleh dari Damaskus, ibu kota Suriah. Pasukan pemerintah terus meningkatkan serangan udaranya ke basis-basis pemberontak di pinggiran Damaskus. "Akibat serbuan jet tempur itu, sejumlah anak dilaporkan tewas," kata sejumlah aktivis oposisi, Senin, 14 Januari 2013.
Laporan yang masuk menyebutkan, delapan anak meninggal dunia akibat serangan jet udara, Senin, di Kota Moadamiyeh, terletak di sebelah selatan ibu kota Damaskus. Sedangkan korban tewas lainnya, menurut Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), terdiri atas 5 orang perempuan.
"Anak-anak, seluruhnya berasal dari satu keluarga, berusia antara 6 bulan hingga 9 tahun, tewas akibat gempuran udara pasukan pemerintah," kata Rami Abdelrahman, pimpinan SOHR, organisasi berbasis di London.
Video yang disiarkan ke publik untuk memperkuat laporan mereka usai gempuran udara menunjukkan tembok-tembok apartemen hancur dan reruntuhannya berserakan di jalanan.
Pemerintah Suriah berdalih, gempuran udara itu sengaja dilakukan untuk menumpas para teroris yang menggunakan rumah tinggal untuk menyerang militer pemerintah. Korban jiwa dari pihak sipil tak bisa dihindari. Suriah menyebut pemberontak yang ingin menggulingkan Presiden Bashar al-Assad dengan sebutan teroris.
Pemberontak menjelaskan, serangan ke Moadamiyeh berlangsung di tengah gencarnya gempuran pasukan pemerintah guna menekan para pejuang dari kawasan tersebut dan di selatan pinggiran Daraya.
Para pemberontak menguasai dua daerah pinggiran dua pekan lalu. Namun setelah itu, pejuang oposisi mengalami kekalahan dalam bentrok bersenjata dengan pasukan pemerintah. SOHR mengatakan, 26 anak-anak tewas akibat serangan pasukan pemerintah, Senin, lima di antaranya meninggal karena gempuran udara di Provinsi Aleppo. PBB menyebutkan, lebih dari 60 ribu orang tewas sejak dimulainya perlawanan terhadap pemerintah Suriah, Maret 2011.
AL JAZEERA | CHOIRUL