TEMPO.CO, Bima - Warga Dusun Bugis, Desa Timu, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, menolak jenazah terduga teroris Bahtiar yang ditembak mati Detasemen Khusus Antiteror 88, Jumat pekan lalu. Alasannya, warga merasa tidak aman dan takut dicap sebagai desa teroris.
Sekretaris Desa Timu Kecamatan Bolo, Aksa, membenarkan penolakan warga terkait pemakaman jenazah Bahtiar di Tempat Pemakaman Umum. Meski demikian, perangkat desa sedang memusyawarahkan hal ini. "Besok kami musyawarahkan lagi di Kantor Desa," ujarnya Rabu, 16 Januari 2013.
Keluarga Bahtiar meminta bantuan Tim Pencari Fakta dan Rahabilitasi (TPFR) Bima dalam negosiasi itu. Saat ini, TPFR sedang mengupayakan penyelesaiannya. Ketua TPFR Bima, Hadi Santoso, mengatakan, jenazah baru bisa diserahkan oleh Mabes Polri, setelah ada surat rekomendasi yakni surat dari Desa Timu untuk persetujuan pemakaman di TPU setempat dan surat dari Kepolisian. TPFR mengharapkan warga tidak ada ekspresi berlebihan dari keluarga dan dikuburkan secara wajar, tanpa ada tindakan atau bahasa yang memicu keresahan warga.
TPFR menjamin prosesi sesuai syariat Islam dan kebiasaan pada umumnya. Surat tersebut ditembuskan kepada semua pihak termasuk ke Kapolres Bima. "Sekdes akan merapatkan kembali hal itu untuk mendapatkan surat persetujuan," jelasnya.
Dalam surat yang disampaikan juga TPFR melampirkan hasil investigasi yang isinya menegaskan bahwa Bahtiar bukan pelarian dari Poso, apalagi pernah ke Poso. Pihak keluarga sudah merasa yakin meskipun Kepolisian Bima Kabupaten masih menunggu hasil tes DNA.
Kepala Polres Kabupaten Bima, Ajun Komisaris Besar Dede Alamsyah, mengatakan warga keberatan Bahtiar dimakamkan. "Alasan warga karena khawatir saja," kata Dede.
Menurut salah satu pengurus Badan Perwakilan Desa, keberatan warga sudah disampaikan ke Pemerintah Daerah Kabupaten Bima. "Pejabat di tingkat kabupaten sudah setuju jika pemakaman Bahtiar tidak dilakukan di Bima," ujarnya.
AKHYAR M NUR