TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah aktivis perempuan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan HAM melaporkan calon hakim agung, Daming Sanusi, ke Komisi Yudisial. Koalisi khawatir Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat tidak mempertimbangkan celetukan Daming, yang dinilai melecehkan.
”Karena kami mendengar kabar celetukan itu tidak dipertimbangkan oleh Komisi III,” kata Lies Marcoes, juru bicara Koalisi, ketika dihubungi Rabu, 16 Januari 2013.
Ia mendengar Komisi Hukum menganggap Daming memenuhi syarat untuk menjadi hakim di Mahkamah Agung. Semestinya, kata Lies, negara tidak boleh abai terhadap kasus ini. Sebab itu, siang ini Koalisi akan mengadu ke Komisi Yudisial.
Lies menuturkan, Daming tidak hanya melanggar kode etik, tapi juga Undang-Undang Pornografi. Menurut dia, seorang hakim tidak boleh melanggar kode etik apalagi undang-undang yang telah disahkan.
Lies mengetahui bahwa hari ini DPR akan mengeluarkan hasil seleksi hakim agung. Karena itulah, ia dan rekan-rekannya melapor agar putusan Komisi Yudisial semakin kuat untuk menjatuhkan sanksi terhadap Daming. “Ini untuk menguatkan langkah KY,” kata Lies.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan HAM terdiri dari pelbagai elemen masyarakat. Selain Komisi Nasional Perempuan dan aktivis, koalisi ini terdiri dari tokoh agama, seniman, inter-religius grup, dan juga artis. Contohnya, Melanie Subono.
Pernyataan kontroversial Daming dilontarkan saat menanggapi pertanyaan anggota Komisi Hukum DPR mengenai hukuman mati bagi pemerkosa. Daming menjawab bahwa harus dipikirkan kembali tentang kemungkinan untuk menghukum mati pelaku pemerkosaan.
Daming adalah salah seorang calon hakim agung dari jalur karier. Dia pernah jadi hakim di Pengadilan Negeri Sinjai, PN Pangkajene, PN Maros, PN Barru, PN Jakarta Pusat, dan PN Bekasi. Selanjutnya, Daming diangkat jadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Jakarta, Pengadilan Tinggi Surabaya, Pengadilan Tinggi Medan, dan terakhir Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin.
SUNDARI