TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta hari ini menyidangkan perkara korupsi dengan terdakwa dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Tri Mulyono. Dia didakwa melakukan korupsi pada proyek pengadaan barang dan jasa alat laboratorium (proyek pengadaan pada Kementerian Pendidikan Nasional) pada 2010.
"Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 5,175 miliar," kata jaksa Fitri Zulfahmi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 21 Januari 2013.
Jaksa menjelaskan, pada 2010, Universitas Negeri Jakarta melakukan pengadaan peralatan laboratorium dan peralatan penunjang laboratorium dengan alokasi pagu anggaran dari Dikti sebesar Rp 17 miliar. Atas rencana itu, pada 5 Januari 2010, Kuasa Pengguna Anggaran yang juga merupakan Rektor UNJ Bejo Suyanto menunjuk Tri sebagai Ketua Panitia Pengadaan.
Salah satu proyek mereka adalah pembangunan gedung pusat studi dan sertifikasi guru. Ketika itulah mereka berhubungan dengan Grup Permai. Perusahaan yang merupakan milik Muhammad Nazaruddin itu ingin ikut serta dalam proyek tersebut.
Untuk memuluskan aksinya, Direktur Pemasaran Grup Permai, Mindo Rosalina Manulang, melalui Wakil Direktur Grup Permai, Gerhana Sianipar, memerintahkan staf pemasaran PT Anugrah Nusantara yang merupakan anak perusahaan Grup Permai, Meilia Rike, untuk menyiapkan proyek tersebut. Meilia kemudian mencari agen penyedia alat penunjang tersebut. Dia juga bertemu dengan Tri, Dedi Purwana, dan Suryadi untuk membahas spesifikasi barang yang dibutuhkan.
Saat mengumpulkan agen penyedia itu, Rosa mengatakan harga tiap barang harus didiskon 40 persen dan 3 persen. Namun pada UNJ, para vendor diminta mengirimkan brosur tanpa ada diskon.
Tri kemudian menerima daftar atau list barang para vendor itu. Daftar tersebut lalu digunakannya untuk menyusun harga perkiraan sendiri (HPS). HPS itu kemudian disahkan oleh pejabat pembuat komitmen, Fakhruddin Arbah. Isinya, pengadaan 90 jenis barang dan 545 unit dengan total harga Rp 16,999 miliar.
Jaksa mengatakan, Tri dan Fahrudin selaku pejabat pembuat komitmen tahu para vendor itu sudah mendiskon harga tiap barang. Mereka juga dinilai menyimpang karena menyusun HPS tanpa melalui survei pasar. Ini bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Saat UNJ membuka pendaftaran pengadaan tersebut pada 27 Juli 2010, perusahaan-perusahaan yang merupakan pinjaman Grup Permai mendominasi pendaftaran. Mereka adalah PT Dulango Raya, PT Eksartek, PT Marel Mandiri, PT Nuri Utama Sanjaya, PT Daya Meri Persada, dan PT Darmo Sepion. Hanya CV Sinar Sakti yang bukan pinjaman grup tersebut.
Menurut jaksa, dalam kontrak atau surat perjanjian pengadaan antara UNJ dan PT Marell, ternyata ada keuntungan yang tidak wajar pada perusahaan tersebut. "Keuntungan antara 30 persen sampai 50 persen per item barang," ujar dia.
Atas perbuatan Fahrudin dan Tri tersebut, negara mengalami kerugian Rp 5,175 miliar. Fahrudin dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman pidana adalah 20 tahun penjara atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat 1 huruf b undang-undang yang sama. Sebelumnya, jaksa juga telah mendakwa Fakhruddin untuk kasus ini.
NUR ALFIYAH