TEMPO.CO, Sleman - Rektor Universitas Islam Indonesia, Edy Suandi Hamid, mengatakan kampusnya mendorong munculnya calon presiden alternatif yang berintegritas dan berkualitas sebagai pimpinan bangsa. “Kalau ada alumni UII yang memenuhi persyaratan sebagai pemimpin masa depan, otomatis harus kami dukung,” kata Edy dalam perayaan hari jadi Universitas Islam Indonesia ke-70 di Sleman, Yogyakarta, Senin, 21 Januari 2013.
Edy mendukung Mahfud, yang kini Ketua Mahkamah Konstitusi, untuk mencalonkan diri pada pemilihan presiden nanti. Mahfud merupakan Ketua Ikatan Keluarga Alumni UII. Ia menghadiri acara bertajuk "Dialog Kepemimpinan: Kontribusi UII dalam Menyiapkan Pemimpin Bangsa."
Edy mengatakan pencalonan tokoh dari luar partai, seperti Mahfud, membuat masyarakat memiliki peluang memilih calon alternatif. Walaupun kebanyakan sejumlah calon dari kalangan intelektual yang memberi harapan perbaikan justru memiliki tingkat elektabilitas dan aksetabilitas yang rendah.
“Akademikus harus turun gunung dan memperkenalkan calon-calon alternatif kepada publik,” kata Edy. “Popularitas calon di mata pemilih bisa diciptakan dengan desain strategi khusus. Beda dengan integritas dan kapabilitas yang susah dicari.”
Dukungan terhadap Mahfud mengemuka setelah peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanudin Muhtadi, yang menjadi pembicara, memaparkan hasil penelitiannya. Burhanudin mengatakan survei LSI dengan responden tokoh masyarakat, intelektual, LSM, organisasi kemasyarakatan menempatkan Mahfud sebagai calon presiden dengan ekspektasi tertinggi. “Ada 24 nama yang kami survei. Mahfud yang pertama,” kata dia.
Burhanudin mengatakan survei itu mengukur kepercayaan masyarakat terhadap sejumlah tokoh yang sering dikutip oleh media di semua provinsi. Setelah Mahfud, ada nama Jusuf Kalla, Dahlan Iskan, dan Sri Mulyani. “Survei dengan responden publik biasa berbeda,” ujar dia.
Dia mengatakan hasil survei biasanya malah menempatkan tokoh seperti Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, Wiranto, Abu Rizal Bakrie, dan sejumlah tokoh partai lain di tempat teratas. Burhanudin menyimpulkan mereka memiliki popularitas tinggi, tetapi tak dipercaya oleh mayoritas responden intelek.
“Kesimpulannya, kalangan intelektual harus berusaha membuat nama-nama calon berkualitas dari luar partai agar dikenal publik sehingga rakyat punya pilihan alternatif pada pemilihan presiden 2014,” ujar dia.
Menurut Burhan, cara ini menjadi satu-satunya pilihan intelektual kampus. Alasannya calon presiden harus diusung partai politik yang selama ini lebih percaya pada popularitas. “Demokrasi Indonesia masih lemah. Warga negara harus mengambil inisiatif untuk mendekte partai,” ujar dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM