Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sidang 5 Mahasiswa Universitas Pamulang Dijaga  

image-gnews
Petugas keamanan kampus berjaga di depan gerbang kampus Universitas Pamulang (Unpam), Tangerang Selatan, Jumat (19/10). ANTARA/M. Luthfi Rahman
Petugas keamanan kampus berjaga di depan gerbang kampus Universitas Pamulang (Unpam), Tangerang Selatan, Jumat (19/10). ANTARA/M. Luthfi Rahman
Iklan

TEMPO.CO, Tangerang - Pengadilan Negeri Tangerang hari ini, Selasa, 22 Januari 2013, menyidang lima mahasiswa Universitas Pamulang. Mereka adalah Yudi Rizal Muslim, 25 tahun, Bernedectus Mega Pradhipta (22), Ilham Firmansyah (21), Rian Sartono Perdana (22), dan Soleman Keno (20).

Kelima orang itu didakwa telah melakukan pengeroyokan, penganiayaan, penghasutan, dan perbuatan tidak menyenangkan dalam kasus penolakan terhadap kedatangan Wakil Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Nanan Sukarna, ke kampus mereka pada 18 Oktober 2012 silam.

Sidang kedua berlangsung dengan pengawalan ketat aparat bersenjatakan senapan laras panjang. Sementara itu, ratusan mahasiswa sebagian merangsek masuk ruang persidangan anak yang cukup sempit. Dalam sidang yang dipimpin hakim I Gede Mayun tersebut, kuasa hukum terdakwa, Ibrani dan Hendra Supriatna, menyampaikan permohonan penangguhan penahanan. "Mahasiswa tidak pantas dipenjara dicampur dengan tahanan kriminal. Mereka bisa jadi jahat, padahal mahasiswa memiliki sikap kritis," kata Ibrani.

Dalam eksepsinya berjudul "Jangan bungkam daya kritis mahasiswa dengan kekerasan aparat" itu, penasihat hukum terdakwa menyampaikan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum kabur dan menyesatkan. "Penuntut umum mendakwa terdakwa atas perbuatannya menolak kekerasan aparat polisi terhadap mahasiswa, namun Wakapolri sendiri tidak dijadikan saksi korban," kata Ibrani.

Sebelumnya, dalam sidang dakwaan pada 15 Januari 2013, jaksa penuntut umum Zaini dari Kejaksaan Negeri Tigaraksa mendakwa kelima terdakwa dengan pasal berlapis, yakni pasal 170, 351, 335, 160, dan 213 KUHP tentang pengeroyokan, penganiayaan, penghasutan, dan perbuatan tidak menyenangkan. Keseluruhan pasal hukumannya di atas lima 5 penjara.

Tempo pernah menuliskan, aksi mahasiwa menolak Wakapolri itu berlangsung ricuh. Mahasiswa menghadang Nanan dan tidak memperbolehkan dia memasuki kampus. Para mahasiswa tak hanya berunjuk rasa, tapi juga melempar batu ke arah aparat kepolisian yang mengamankan kedatangan Nanan. Aparat membalas lemparan batu itu dengan menembakkan gas air mata. Kedua belah pihak menjadi korban luka.

Polri mengklaim ada tujuh anggotanya yang mengalami luka. Mereka adalah Supeno, Dedi Hendra, Samsudin, Suryana, Tri Joko Widodo, Sulistio Wiyono, dan Puguh Santoso.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun seorang mahasiswa Universitas Pamulang yang juga menjadi saksi, Boma Angkasa Bhuwananda, kepada Tempo mengatakan, dua mahasiswa juga menjadi korban kekerasan aparat. Keduanya adalah Jundi Fajrin, mahasiswa Teknik Elektro yang dikeroyok dan dipukuli polisi hingga gegar otak, dan Feri Irawan mengalami luka tembak pada perut.

"Kami akan melapor balik kekerasan aparat setelah proses persidangan kawan kami selesai," kata Boma. Mahasiswa, kata Boma, memiliki bukti, baik visum maupun video pemukulan oleh aparat polisi. "Nama-nama mereka (polisi) sudah kami kantongi. Kami berharap kelak mereka diadili di persidangan umum, tidak hanya sidang kode etik internal Polri," ujar Boma, mahasiswa Fakultas Hukum semester VI.

Adapun sidang lanjutan perkara penolakan pejabat negara ini akan dilanjutkan pekan depan. "Kami akan pelajari dahulu pengajuan penangguhan penahanan ini," kata hakim Mayun.

Karena penangguhan belum dikabulkan, kelima terdakwa dibawa kembali ke Rumah Tahanan Jambe, Kabupaten Tangerang dengan kendaraan tahanan Kejaksaan. Begitu kawan mereka diangkut ke tahanan, mahasiswa pun bubar. Sebelumnya mereka menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan meneriakkan kebebasan dan keadilan.

AYU CIPTA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

4 hari lalu

Front Mahasiswa Anti Kekerasan Papua menggelar Aksi didepan gedung Komnas HAM RI, di Jakrta, Jumat 3 Maret 2023. Aksi ini sebagai bentuk Solidaritas rakyat Papua Wamena terhadap Pelanggaran HAM yang di perbuat oleh TNI/POLRI dan menuntut usut penembakan di Wamena yang mengakibatkan 9 orang meninggal. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

Komnas HAM mendesak pengusutan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua secara transparan oleh aparat penegak hukum


Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

20 hari lalu

Kapuspen TNI Mayjend Nugraha Gumilar (kedua dari kiri), Panglima Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayjend Izak Pangemanan (ketiga dari kiri), Kadispenad Brigjen Kristomei Sianturi (paling kanan) dalam konferensi pers video viral penganiayaan warga Papua oleh anggota TNI di Subden Mabes TNI, Jakarta Pusat, pada Senin, 25 Maret 2024. Tempo/Yohanes Maharso
Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

Kapuspen TNI menyebut jumlah anggota TNI ribuan, sedangkan yang melakukan penyiksaan hanya sedikit.


Amnesty International: Penganiayaan di Papua Berulang karena Pelaku Tak Pernah Dihukum

26 hari lalu

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Trisakti saat pembacaan 'Maklumat Trisakti Lawan Tirani' di Tugu Reformasi 12 Mei, Jakarta, Jumat, 9 Febuari 2024. Para civitas academica yang terdiri dari guru besar, pengajar, mahasiswa, karyawan dan alumni Universitas Trisakti yang memegang teguh nilai-nilai etik kebangsaan, demokrasi, dan hak asasi manusia, kekhawatiran atas matinya Reformasi dan lahirnya tirani sepakat mengeluarkan maklumat. TEMPO/Joseph.
Amnesty International: Penganiayaan di Papua Berulang karena Pelaku Tak Pernah Dihukum

Amnesty Internasional mendesak dibentuknya tim gabungan pencari fakta untuk mengusut kejadian ini secara transparan, imparsial, dan menyeluruh.


KontraS Minta Panglima TNI Segera Bahas Reformasi Peradilan Militer

6 Oktober 2021

Pegiat HAM Desak Revisi Peradilan Militer
KontraS Minta Panglima TNI Segera Bahas Reformasi Peradilan Militer

Hasil pemantauan KontraS selama Oktober-2021-September 2021 menunjukkan reformasi peradilan militer jalan di tempat.


Serial Netflix Populer Ungkap Pelecehan yang Terjadi di Militer Korea Selatan

16 September 2021

Gambar tangkapan video menunjukkan adegan serial Netflix berjudul
Serial Netflix Populer Ungkap Pelecehan yang Terjadi di Militer Korea Selatan

Serial Netflix Deserter Pursuit memicu perdebatan tentang militer Korea Selatan karena menceritakan pelecehan dan kekerasan selama wajib militer.


2 Anggota Lakukan Kekerasan ke Warga Papua, TNI AU Minta Maaf

27 Juli 2021

Ilustrasi TNI. ANTARA
2 Anggota Lakukan Kekerasan ke Warga Papua, TNI AU Minta Maaf

TNI AU menyatakan penyesalan dan meminta maaf atas insiden dua anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga Papua di Merauke.


Jokowi Diminta Investigasi Kasus Kekerasan di Paniai Papua

5 Juli 2018

Jokowi. Youtube Antara
Jokowi Diminta Investigasi Kasus Kekerasan di Paniai Papua

Amnesti Internasional Indonesia meminta Jokowi membentuk tim investigasi guna mengungkap kasus kekerasan yang terjadi di Paniai, Papua.


Berdamai, Dokter Militer dan Petugas Bandara Bersepakat Ini

8 Juli 2017

Ilustrasi pengamanan dan pemantauan kemanan bandara Soekarno Hatta. ANTARA/Lucky R.
Berdamai, Dokter Militer dan Petugas Bandara Bersepakat Ini

Keduanya menyepakati bentuk pertanggungjawaban Guyum setelah menampar adalah meminta maaf secara tertulis kepada Fery, institusi, dan PT Angkasa Pura.


Tampar Petugas Avsec Bandara, Dokter Militer Mengaku Refleks

8 Juli 2017

Ilustrasi pengamanan dan pemantauan kemanan bandara Soekarno Hatta. ANTARA/Lucky R.
Tampar Petugas Avsec Bandara, Dokter Militer Mengaku Refleks

Jumat malam, polisi melepas Guyum setelah menandatangani kesepakatan damai dan bersalaman dengan Fery.


Berdamai, Polisi Melepas Dokter Militer Penampar Petugas Bandara  

8 Juli 2017

Ilustrasi pengamanan dan pemantauan kemanan bandara Soekarno Hatta. ANTARA/Lucky R.
Berdamai, Polisi Melepas Dokter Militer Penampar Petugas Bandara  

Guyun mengaku salah dan meminta maaf atas penamparan yang dilakukannya. "Proses damai berjalan lancar tanpa ada intervensi pihak manapun."