TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Satya W. Yudha mengatakan pemerintah harus segera menggunakan teknologi informasi dalam pengawasan pembatasan bahan bakar minyak bersubsidi. Menurut ia, penghematan yang dilakukan pemerintah dengan mengimbau dan menandai kendaraan dengan stiker tak akan efektif.
"Kalau hanya imbauan dan stiker, lemah. Kalau pakai sistem TI yang canggih, yang melanggar mudah ditangkap karena ada datanya dan buktinya," kata Satya ketika dihubungi Tempo, Selasa, 22 Januari 2013.
Satya meminta agar pemerintah daerah ikut mendukung program pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat ini. Soalnya, kesadaran masyarakat juga menjadi salah satu kunci penghematan subsidi minyak. "Perlu ada kesadaran nasional bahwa belanja subsidi Indonesia itu besar. Dana subsidi yang dibakar dan tidak tepat sasaran justru menyengsarakan masyarakat," katanya.
Vice President Fuel Retail Pertamina, Muchamad Iskandar, dalam kesempatan terpisah mengatakan Pertamina masih mencari pihak ketiga untuk menyediakan sistem monitoring dan pengendalian penyaluran minyak bersubsidi. Pertamina menjanjikan sistem ini bisa diterapkan mulai Juli 2013. "Juni 2013 sistem mulai dipasang di SPBU," katanya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan penghematan konsumsi minyak bersubsidi sebesar 1,3 juta kiloliter dengan menerapkan Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak. Beleid ini mengatur larangan penggunaan premium bersubsidi untuk kendaraan dinas instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan Sulawesi pada 2013. Selain itu, angkutan perkebunan, pertambangan, kehutanan dan kapal barang nonperintis dan nonpelayanan rakyat tak diperkenankan menggunakan solar bersubsidi.
Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo mengatakan jika penghematan ini berhasil, pemerintah bisa menahan pembengkakan anggaran subsidi sekitar Rp 5 triliun. "Harga subsidi sekarang Rp 4.500 per liter, sementara nonsubsidi Rp 9.000 per liter jika dikalikan 1, 3 juta kiloliter, ini kan besar sekali," katanya di Kementerian ESDM, Selasa, 22 Januari 2013.
Susilo mengatakan pihaknya juga tengah mengkaji pembatasan BBM untuk kendaraan pribadi. Pada 2012, kementerian menyatakan pembatasan konsumsi BBM berhasil menghemat 350.000 kiloliter. Jumlah ini jauh di bawah target pemerintah yang ingin menghemat 1,5 juta kiloliter.
Pelaksana tugas Dirjen Minyak dan Gas Bumi Edy Hermantoro mengatakan pada 2012 penghematan belum optimal. Hal ini disebabkan keterbatasan infrastruktur gas dan operasional di lapangan. "Selain itu ada beberapa kasus seperti dari instansi-instansi pemerintah belum pada tahu atau pura-pura tidak tahu, atau tahu tapi tetap mengisi," kata Edy ketika ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa, 22 Januari 2013.
BERNADETTE CHRISTINA