TEMPO.CO, Bamako - Pasukan Prancis dan Mali berhasil memasuki dua kota penting, Diabaly dan Doutenza. Kedua kota ini sebelumnya dikuasai oleh kelompok garis keras yang berafiliasi ke al-Qaeda selama dua pekan.
Tampak konvoi 30 kendaraan lapis baja membawa sekitar 200 personel militer Prancis dan Mali bergerak masuk ke dalam kota pada Senin, 21Januari 2013, sekitar pukul 09.00 GMT, tanpa perlawanan.
Baca Juga:
Kota Diabaly, terletak di 350 kilometer utara Ibu Kota Bamako, "Telah menjadi pangkalan utama para pemberontak di selatan untuk menyerang garis depan Kota Mopti dan Sevare hingga pasukan udara Prancis menggempurnya," kata warga setempat. Seorang kolonel di angkatan bersenjata Mali, mengatakan, warga pinggiran Diabaly besimpati dengan kelompok Jihadis sehingga kami harus hati-hati.
Televisi Prancis dalam siarannya dari Diabaly menampilkan gambar sejumlah truk terbuka ditinggalkan oleh para pemberontak di tengah rumah terbuat dari batu bata. Salah seorang warga mengatakan, para pemberontak meninggalkan kota yang ditinggalkan warga karena kekurangan makanan dan kebutuhan lainnya.
"Kami betul-betul perlu mengucapkan banyak terima kasih kepada Prancis yang datang tepat pada waktunya," kata Gaoussou, pemimpin organisasi pemuda lokal. "Tanpa Prancis, tak hanya Diabaly yang lenyap, bahkan seluruh Mali," kata pria berusia 34 tahun ini.
Pejabat Mali lainnya mengatakan, para pejuang mundur dari Doutenza setelah pasukan Pasukan Prancis dan Mali tiba di sana, Senin, pagi waktu setempat, 21 Januari 2013. Dari Paris diperoleh informasi, negeri ini menjelaskan bahwa tujuan ofensif militer yang telah berlangsung 11 hari adalah kemenangan total.
"Tujuan (penyerbuan) adalah menaklukan Mali secara total (dari pemberontak)," ujar Jean-Yves Le Drian, Menteri Pertahanan Prancis, dalam siaran televisi. "Kami tidak akan meninggalkan sedikit pun kantong-kantong pemberontak."
Prancis mulai melakukan penyerangan militer pada 11 Januari 2013, sembari menyatakan, intervensi akan dilakukan selama beberapa pekan. Selanjutnya, negara-negara Afrika harus segera mengambil alih sebelum mereka siap melaksanakannya. Menanggapi serbuan Prancis ke Mali, Inggris, salah satu sekutu terdekat, Senin, mengatakan negaranya tetap akan mempertimbangkan memberikan bantuan, namun tidak akan turut serta berperang di ajang konflik tersebut.
AL JAZEERA | CHOIRUL