TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, Ahmad Erani Yustika, menilai sebaiknya PT Bank Mutiara Tbk menjadi BUMN baru yang fokus dalam penyaluran kredit usaha mikro kecil dan menengah untuk pertanian dan perikanan.
Menurut ia, Bank Mutiara sulit laku kalau pemerintah tak bisa menjamin bahwa segala persoalan hukum Bank tadi sudah final. Bila tak ada jaminan juga, Erani mengusulkan untuk segera beranjak ke opsi kedua, yakni dipakai sebagai jangkar program penanganan kemiskinan, pengembangan pertanian, atau UMKM.
“Penyaluran KUR mungkin bisa lewat Bank Mutiara. Bank Mutiara menyalurkan melalui sindikasi linkage program ke BPR-BPR. Fungsinya lebih jelas," kata Erani kepada Tempo, Rabu, 23 Januari 2013.
Erani menambahkan, persoalan di sektor pertanian sangat banyak. Lahan persawahan terus tergerus, sementara permintaan pangan terus meningkat. Ia mencatat sebagian sawah di Jawa telah berubah menjadi permukiman, mal, jalan raya, dan daerah industri.
Setiap tahun lahan berkurang 100 ribu hektare untuk kebutuhan ini. Sementara lahan pertanian hanya bertambah 40 ribu hektare setahun. Adapun kebutuhan pangan naik 4-5 persen setahun. Selain itu, Erani menyebut masalah dalam hal distribusi dan pengolahan.
"Kalau dalam pengertian kebutuhan tadi, kita pasti butuh bank penyalur kredit UMKM. Data ekonomi menunjukkan ada problem di sisi itu yang harus diatasi," ucapnya.
Ia memahami Bank Mutiara memang harus dijual dalam konteks politik. "Uang Rp 6,7 triliun (harga penyelamatan Bank Mutiara) itu kecil sekali. Kami keluarkan untuk subsidi berapa? Tapi uang itu punya makna politik."
Lembaga Penjamin Simpanan kembali membuka proses penjualan Bank Mutiara. Ini ketiga kalinya bekas Bank Century tersebut ditawarkan ke publik. Dua tahun berturut-turut bank gagal dilepas. Bank ini disebut-sebut pernah ditawarkan ke bank BUMN, namun belum ada yang berminat.
Sesuai Undang-Undang LPS Nomor 24 Tahun 2004, Bank Mutiara harus dilepas minimal dengan harga penyelamatannya atau sekitar Rp 6,7 triliun pada tahun ini. Jika tak juga laku, bank tersebut harus dilepas dengan harga tertinggi tahun depan. Hingga September 2012, aset Bank Mutiara tercatat mencapai Rp 14,27 triliun. Adapun laba tahun berjalan mencapai Rp 143,59 miliar.
Ketua Himpunan Bank Milik Negara sekaligus Direktur Bank Negara Indonesia, Gatot M. Suwondo, menyatakan keengganannya membeli bank itu. "Siapa berani kalau masih dipolitisasi?" ucapnya.
MARTHA THERTINA