TEMPO.CO, Jakarta -- Anggota Komisi Agama Dewan Perwakilan Rakyat, Zulkarnaen Djabar, mengaku tak memahami tudingan mengintervensi proyek yang dituduhkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi kepadanya. Dalihnya, pengadaan Al-Quran dan alat laboratorium komputer merupakan kewenangan pemerintah, sementara dia adalah anggota Dewan.
"Wilayah pengadaan adalah wilayah eksekutif," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 28 Januari 2013.
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Zulkarnaen bersama anaknya, Dendy Prasetia, menerima suap Rp 14,39 miliar. Suap itu berasal dari Abdul Kadir Alaydrus, selaku Direksi PT Adhi Aksara Abadi Indonesia dan Direksi PT Sinergi Pustaka Indonesia.
Suap diberikan karena, sebagai anggota Badan Anggaran, Zulkarnaen telah berkontribusi dalam pembahasan anggaran proyek pengadaan alat laboratorium komputer tahun anggaran 2011 serta pengadaan Al-Quran tahun anggaran 2011 dan 2012 di Kementerian Agama. Dia juga mengintervensi pejabat Kementerian Agama agar memenangkan PT Batu Karya Mas yang dipinjam oleh Ahmad Maulana atas informasi lelang dari Abdul Kadir. Selain itu, dia mengintervensi pejabat Kementerian Agama dalam proyek pengadaan Al-Quran tahun anggaran 2011 agar memenangkan Adhi dan proyek pengadaan Al-Quran 2012 agar dimenangkan Sinergi.
Atas dakwaan itu, Zulkarnaen mengatakan akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan. "Kami menyampaikan keberatan," ujar dia.
Adapun Dendy, yang juga didakwa menerima suap dan mengintervensi pejabat Kementerian Agama menyatakan dakwaan jaksa janggal. "Ada beberapa kejanggalan dalam situasi yang dibacakan itu, mungkin fakta persidangan yang akan membuktikan itu," katanya.
Majelis hakim yang diketuai Alviantara menjadwalkan pembacaan pledoi itu pada Senin pekan depan, 4 Februari 2013. "Kami memberikan waktu satu minggu (untuk eksepsi)," ujar dia.
NUR ALFIYAH