TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Rumah Susun Sederhana Sewa (rusunawa) yang dibangun pemerintah untuk para korban bencana Situ Gintung di Desa Duku, Serua, Ciputat, Tangerang Selatan, sampai kini belum juga ditempati. Bahkan, gedung berlantai empat yang dibangun menggunakan anggaran negara sebesar Rp 9,7 milyar ini terkesan tidak terurus dan terlantar.
Berdasarkan pantauan Tempo, gedung berwarna orange itu dikelilingi rumput ilalang setinggi dada orang dewasa. Pintu gerbang masuk terlihat tertutup dan mengunci rapat bangunan warna orange yang sudah mulai memudar itu. Satu-satunya akses masuk ke dalam rusunawa itu hanya melalui pintu belakang yang belum terpagar. Untuk bisa mencapai rusunawa ini, orang harus melewati jalan setapak yang sudah di con-block yang disisi kiri dan kanannya rumah penduduk. Dari Jalan Raya Serua, jaraknya sekitar 1,5 kilometer.
Meski belum pernah ditempati, namun kondisi di dalam rusunawa yang dibangun Kementrian Perumahan Rakyat pada 2009 dan rampung awal 2010 lalu itu nampak tak terusur. Debu tebal menutup lantai ubin setiap lantai. Dilantai 2,3 dan 4, banyak ubin yang mengembung dan retak, bahkan banyak juga yang pecah. Bekas tampiasan air karena bocor terlihat membayang di sejumlah tembok ruangan. Uniknya, gagang kunci pintu kamar banyak yang rusak dan hilang. Begitu juga dengan pintu-pintu kamar ada yang engselnya copot dan rusak.
Pengurus Rusunawa Situ Gintung, Abdul Sidiq Muslimin, mengakui jika sejak pembangunan rusunawa itu rampung 2010 lalu itu hampir tidak ada pemeliharaan rutin. "Jangankan untuk pemeliharaan, kami dengan gaji yang di bawah standar saja harus menjaga sekaligus membersihkan gedung ini," katanya saat ditemui Tempo, Ahad, 27 Januari 2013.
Menurut Sidiq, hanya ia bersama tiga rekannya--Tarya, Karnadi, dan Subur--yang menghuni rusunawa tersebut sejak selesai dibangun. "Anggaran untuk pemeliharaan memang tidak ada. Kalau pun bersih-bersih, itu hanya ruangan dan lantai yang kami gunakan saja," katanya.
Ia mengaku tidak sanggup melakukan pemeliharaan terhadap gedung sebesar itu. "Kami juga bingung di sini sebagai penjaga keamanan atau pengurus rusunawa," katanya.
Sidiq mengakui kerusakan pada bagian bangunan karena memang tidak ada pemeliharaan dan kurangnya kualitas bahan bangunan gedung itu. "Memang tidak layak huni karena sejumlah kamar sudah rusak, padahal belum ditempati. Kasihan saja kalau yang dapat kamar rusak dan bocor," kata Sidiq.
Bangunan yang terletak di Jalan Aster berupa gedung empat lantai yang terbagi dalam dua unit yang berbentuk menara kembar itu dibangun bagi korban Situ Gintung yang kehilangan rumah dan harta bendanya setelah diterjang oleh air bah karena jebolnya tanggul situ peninggalan pemerintah Belanda pada 27 Maret 2009 silam. Tragedi itu menyebabkan 100 orang tewas, ratusan lainnya hilang, dan 300 lebih rumah warga hancur serta 1000 jiwa harus mengungsi.
Secara terpisah, Kepala Seksi Perumahan Dinas Tata Kota, Bangunan, dan Pemukiman Kota Tangerang Selatan, Buana Mahardika, tidak menampik jika kondisi rusunawa itu tidak terurus. "Karena memang dana pemeliharaannya belum ada," katanya kepada Tempo, Senin, 28 Januari 2013.
Apalagi, kata Mahardika, status rusunawa itu masih sepenuhnya berada di tangan Kementerian Perumahan Rakyat karena sampai saat ini belum diserahkan ke pemerintah Tangerang Selatan. Jadi, kata Mahardika, segala bentuk kerusakan pada bangunan tersebut masih tanggung jawab pihak Kementerian Perumahan Rakyat. "Semua kerusakan dari ubin yang copot atau pecah, atap yang bocor, sudah kami laporkan ke Kemenpera," katanya.
JONIANSYAH