TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah masih menunggu produk hukum berupa undang-undang tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan yang mengatur Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Beleid ini yang akan menjadi landasan bagi pemangku kepentingan untuk mengambil keputusan saat terjadi krisis.
"Ketika suatu kondisi (krisis) tertentu, maka perlu diberikan perlindungan hukum saat mengambil kebijakan," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Bambang Brodjonegoro, usai memberi sambutan di Seminar Protokol Manajemen Krisis di Hotel Crown Plaza, Rabu, 30 Januari 2013.
Dengan landasan hukum pula, menurut Bambang, para pengambil kebijakan di masa krisis tersebut bisa mengambil keputusan yang lebih obyektif. Ia mencontohkan pada krisis 1997-1998, pengambilan kebijakan untuk menangani krisis berujung pada kisruh politik karena tidak didasari hukum yang kuat.
Bambang menjelaskan dalam rancangan undang-undang yang telah disempurnakan itu disebutkan beberapa indikator ancaman krisis. “Mulai dari kondisi normal, waspada, siaga, dan krisis. Tiap anggota FKSSK punya perhitungan sendiri dan mendiskusikannya dengan anggota lain,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Jamsostek, Elvyn G Massasya, berharap pemerintah membuat kebijakan yang sifatnya mengantisipasi jika terjadi krisis. “Tidak lagi corrective action. Saya yakin krisis secara natural bisa diatasi tanpa perlu khawatir membuat kebijakan dan mengharapkan legalitas," katanya.
Pada akhir Desember lalu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mendesak agar pembahasan RUU JPSK bisa segera dilakukan. UU JPSK juga penting karena kewenangan dan fungsi setiap institusi sektor keuangan dalam penanganan krisis menjadi jelas. Tahun ini pemerintah kembali mengajukan pembahasan soal ini ke dalam Program Legislasi Nasional 2013.
AYU PRIMA SANDI