TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah pada perdagangan akhir pekan kemarin, melorot 16 poin (0,17 persen) ke level 9.614 per dolar. Analis Treasury Research Bank BNI, Radityo Ariwibowo, mengatakan, data makro ekonomi yang cenderung negatif menjadi penyebab rupiah melemah. “Rupiah merespons defisit neraca perdagangan dan inflasi Januari sebesar 1,03 persen, terbesar dalam beberapa tahun terakhir,” ujarnya, Jumat 1 Februari 2013.
Badan Pusat Statistik melaporkan, selama 2012 jumlah ekspor Indonesia sebesar US$ 190,04 miliar, sementara impor mencapai US$ 191,67 miliar. Dengan demikian, defisit neraca perdagangan Indonesia tahun lalu mencapai US$ 1,63 miliar. Ekspor susut 6,61 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya (yoy). Sedangkan impor melonjak 8,02 persen untuk periode yang sama.
Menurut Radityo, belum pulihnya ekonomi negara mitra perdagangan Indonesia menjadi faktor penghambat ekspor. Sebaliknya, meningkatnya impor mendorong permintaan dolar dalam jumlah besar dan mempengaruhi valuasi rupiah di pasar domestik. "Alhasil, Bank Indonesia secara rutin melakukan intervensi di pasar domestik untuk menstabilkan mata uang."
Sentimen global cenderung positif seharusnya melemahkan dolar di pasar uang, karena pelaku pasar lebih bergairah mengoleksi aset-aset berisiko. Namun, pergerakan rupiah cenderung bergerak melawan arah, lantaran lebih dipengaruhi kondisi internal.
Dari regional, hingga pukul 17.05 WIB dolar Singapura ditransaksikan di 1,2416 per dolar AS, dolar Hong Kong 7,7574 per dolar AS, won 1.097,38 per dolar AS. Kemudian yuan ditransaksikan di 6,2273 per dolar AS, dan ringgit 3,116 per dolar AS.
M. AZHAR | PDAT
Berita Terpopuler Lainnya:
Yusuf Supendi: Kok, Kaget PKS Terlibat Suap?
Impor Renyah 'Daging Berjanggut'
Skandal Daging Berjanggut, Laporan Tempo 2011
Sebut Suap Daging Musibah, Tiffatul Dikecam
Presiden PKS Ditangkap, Apa Kata Hilmi Aminuddin
Marzuki Alie: Luthfi Hasan Itu yang Mana, Ya?