TEMPO.CO, Jakarta - Seorang tokoh pendiri Partai Demokrat, Markus Silano, mengatakan, keputusan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang memecat secara halus Anas Urbaningrum dari jabatan ketua umum merupakan bentuk pelanggaran Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Demokrat.
"Tidak diatur dalam AD-ART partai untuk memecat ketua umum tanpa melalui kongres," kata Markus saat datang ke kediaman Anas, di Jalan Semangka, Duren Sawit, Jakarta Timur, Sabtu pagi, 9 Februari 2013.
Selain itu, menurut Markus, Majelis Tinggi hanya dapat memecat Anas jika sudah ditetapkan tersangka, itu pun harus melalui kongres luar biasa (KLB). "Sampai saat ini kan tidak tersangka," kata dia.
Anas memang disebut-sebut terlibat dalam kasus korupsi proyek Hambalang. Bahkan, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menegaskan bahwa sudah cukup bukti menjadikan Anas tersangka kasus korupsi Hambalang dan pimpinan Komisi sudah bersepakat. Pimpinan tinggal meneken surat perintah penyidikan.
SBY pun merespons dugaan keterlibatan Anas dalam kasus korupsi tersebut. Semalam, Majelis Tinggi menggelar pertemuan membahas strategi penyelamatan Demokrat di kediaman SBY di Cikeas. Pertemuan tersebut menelurkan delapan poin kebijakan, satu di antaranya bernada pemecatan terhadap Anas.
SBY menyatakan mengambil alih penataan organisasi. Dalam konferensi pers di Cikeas, ia meminta Anas berfokus menyelesaikan kasus hukum yang dihadapinya. "Saya memimpin langsung gerakan penataan, pembersihan, dan penertiban. Saya berikan kesempatan untuk lebih memfokuskan diri pada upaya dugaan masalah hukum yang ditangani KPK."
Markus menafsirkan ucapan SBY tersebut adalah bentuk pemecatan. Namun, Anas menafsirkan ucapan itu bukan bentuk pemecatan. Anas menyatakan masih menjabat Ketua Umum Partai Demokrat dan Wakil Ketua Majelis Tinggi. Bahkan, Anas menegaskan, pemecatan harus sesuai dengan konstitusi partai.
"Ada poin bahwa sesuai dengan hierarki dan konstitusi partai. Jadi pegangan adalah konstitusi partai," kata Anas. Markus sependapat dengan pernyataan Anas. Bekas pengurus DPD Demokrat Jawa Timur ini mengatakan, di dalam AD-ART, tugas Majelis Tinggi bukan memecat ketua umum.
Dia berujar, pada Pasal 15 ayat (5) AD-ART, Majelis Tinggi mengambil keputusan strategis untuk; calon presiden dan wakil presiden, calon pimpinan DPR dan MPR, calon partai koalisi, calon legislatif pusat, calon gubernur dan wakil gubernur dalam pemilihan kepala daerah, rancangan AD-ART, serta program kerja lima tahunan untuk disahkan dalam kongres.
"Termasuk Majelis Tinggi bisa mengusulkan KLB untuk mengambil kebijakan. Jadi hanya itu," kata Markus.
RUSMAN PARAQBUEQ