TEMPO.CO, Jakarta - Pemberitaan media mengenai kekisruhan di tubuh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) selalu tak ketinggalan mengutip keterangan Yusuf Supendi. Ketika PKS dirundung kasus suap daging impor yang melibatkan mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, Yusuf menekankan bahwa dia sudah lama memperingatkan kader PKS soal kelakuan miring sejumlah kadernya.
Siapakah Yusuf? Pada 20 Juli 1998, ketika Partai Keadilan berdiri, dia adalah salah satu pendiri partai itu. Dia bahkan bersekolah di Madinah, Arab Saudi bersama Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin, 35 tahun lalu.
"Saya masih ingat pertama bertemu Hilmi di Madinah sekitar September 1977," kata Yusuf kepada Tempo, Rabu, 6 Februari 2013. Saat itu, kata Yusuf, Hilmi merupakan salah satu mahasiswa Indonesia yang kuliah di sana. Sedangkan dia baru beberapa tahun berikutnya melanjutkan studi S-1 di Universitas Imam Muhammad Ibn Saud, di Riyadh.
Pada 1979, Hilmi menyelesaikan studinya dan pulang ke Tanah Air. "Saya selesai tahun 1985. Tapi saya sering pulang dan ketemu dia," ia mengenang. Menurut Yusuf, sejak pulang ke Indonesia, Hilmi menyebarluaskan gerakan Ikhwanul Muslimin, organisasi persaudaraan muslim di Mesir yang didirikan Hasan Al-Banna. Lalu pada 1983, Hilmi mendirikan Jamaah Ikhwanul Muslimin di Indonesia bersama Salim Segaf al Jufri, Abdullah Baharmus, dan Abdul Syakur (almarhum). Yusuf ikut bergabung di sana.
Ketika gerakan itu memutuskan untuk mendirikan Partai Keadilan (PK) pada 20 Juli 1998, yang kemudian menjelma menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada 17 April 2003, Yusuf selalu aktif. "Ketika Hilmi menjadi Ketua Majelis Syuro, saya salah satu anggotanya," kata Yusuf Supendi.
Yusuf menambahkan, selama membesarkan partai, mereka semakin dekat dan selalu berkomunikasi. Jika hanya bertemu empat mata, keduanya saling memanggil dengan sebutan Akang dan Ayi, yang lebih-kurang merupakan panggilan akrab bermakna kakak dan adik dalam bahasa Sunda.
Sebagai ketua Majelis Syuro, Hilmi kerap meminta bantuan Yusuf untuk menengahi dan menyelesaikan sejumlah persoalan di internal partai. "Jika kasusnya mentok, dia selalu minta saya menanganinya. Dan biasanya beres," ujarnya.
Namun, sejak tahun 2004, keduanya mulai tak lagi seirama. Yusuf kerap mengkritik sejumlah kebijakan internal partai. Puncaknya pada pemilihan presiden 2004, kritik Yusuf soal dukungan PKS kepada calon presiden Wiranto membuat marah sejumlah petinggi PKS.
Hingga kini, Yusuf dan Hilmi tak pernah bertegur-sapa atau sekadar berkomunikasi melalui telepon. Padahal, menurut pria berusia 54 tahun ini, dia sudah berupaya untuk berbaikan. "Saya tetap ber-khusnuzon kalau dia mau berbaikan, tapi ada orang yang menghalang-halangi," kata mantan anggota DPR periode 2004-2009 ini.
MUNAWWAROH